tag:blogger.com,1999:blog-69645744215541861792024-03-18T20:50:35.704-07:00Kumpulan Cerita Sex 2018riskaisabellahttp://www.blogger.com/profile/10966692292234891163noreply@blogger.comBlogger6125tag:blogger.com,1999:blog-6964574421554186179.post-43082492134227994972018-08-01T13:32:00.003-07:002018-08-01T13:32:34.852-07:00Kumpulan Cerita Sex Nikmatnya Tubuh Ibu Temanku<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi08DqPqHQ_hmDcagCs_5tunYeX7pks2Dlu2NbYPW3y123j_swUDMTdAf0V5SdCFDmrVOA0zt50K0t7HefBU7J4U8ZRnXTFTXY2wJvF-x7D8dGEXKfdroz33miyWE5Y-5c1aEPxMfoWP24/s1600/images+%25286%2529.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="300" data-original-width="169" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi08DqPqHQ_hmDcagCs_5tunYeX7pks2Dlu2NbYPW3y123j_swUDMTdAf0V5SdCFDmrVOA0zt50K0t7HefBU7J4U8ZRnXTFTXY2wJvF-x7D8dGEXKfdroz33miyWE5Y-5c1aEPxMfoWP24/s1600/images+%25286%2529.jpg" /></a></div>
<b><span style="color: red;">Kumpulan Cerita Sex 2018</span></b> - Cerita panas, Namaku Roy Dian Putra, aku pertama kali bercerita tentang
cerita dewasa ini, usiaku 18 tahun, dan saat ini tercatat sebagai
mahasiswa sebuah Universitas Swasta terkenal di Jakarta.<br /><br />Inilah
cerita dewasa panas yang paling seru. Berasal dari keluarga yang broken
home, kedua orangtua kandungku bercerai sejak aku masih berumur 6 tahun.
Aku tinggal bersama ayahku, singkat cerita sampai suatu hari dia
terlibat masalah di luar negeri dan lalu aku tinggal dirumah temanku
yang sudah jadi teman baik ayahku juga, sedangkan temanku semasa kecil
itu kini dia kuliah di malang, sebulan sekali dia baru pulang, dirumah
hanya aku, ibu temanku dan satu pembantu cewek yang lumayan juga
bodynya.<br /><br /><a href="https://www.blogger.com/u/1/null" name="more"></a><br /><br />Ibu temanku adalah wanita
yang sangat seksi dan cantik meski usianya sudah 32 tahun, Hampir setiap
hari aku melakukan onani akibat ga kuat menahan gejolak sex melihat
kemolekan tubuh ibu temanku itu, sampai akhirnya muncul Cerita Dewasa
Ngentot Ibu Teman ini dikarenakan nafsu sex binalku ini.<br /><br />Setelah 3
minggu aku tinggal bersama mereka, timbul nafsu birahiku untuk
menyetubuhi ibu temanku. Bagaimana tidak terangsang melihat wajah cantik
yang dewasa dan menggairahkan serta tubuh yang seksi luar biasa
(mungkin dikarenakan ikut senam). Setiap ibu temanku mandi, aku selalu
menyempatkan diri untuk mengintipnya. Sambil melihat aku pun melakukan
onani sampai-sampai maniku berceceran di lantai tempatku mengintip.<br /><br />Disitulah
setiap hari aku melakukan aktifitas ini tanpa takut ketahuan oleh ibu
maupun adik dan pembantuku. Terkadang kalau tidak sempat, aku tidak
membersihkan bekas maniku karena takut ibu temanku lebih dulu datang.
Aku tidak tahu dia sadar akan hal ini atau tidak, tapi yang pasti sampai
3 minggu ini masih aman.<br /><br />Pada pagi hari ibu temanku menyiapkan
sarapan untukku, aku duduk di meja makan menunggu sarapan tiba. Waktu
itu pembantu sudah berangkat belanja ke pasar. Kulihat ibu temanku hanya
memakai celana dalam, sedangkan bagian atasnya dia hanya memakai kaos,
sehingga tonjolan dadanya terlihat sekali. Mungkin dia tidak risih
berpakaian demikian karena seisi rumah biasanya hanya wanita, tetapi aku
yang melihatnya membuat jantungku berdegup kencang dan darah mudaku pun
mendesir. Apalagi sarapan yang kumakan kebanyakan menambah libido,
sehingga birahiku pun semakin tinggi.<br /><br />“Say.., celanamu kenapa..?” tanyanya.<br /><br />Memang
pada saat itu batang kemaluanku tegang sekali sampai terlihat dari luar
celana. Saking kagetnya ditanya demikian, gelas yang sedang kuminum pun
tumpah, untung tidak pecah.<br /><br />“Kalau minum pelan-pelan dong, Sayang..” sahutnya sambil mendekatiku dan mengelap tumpahan air di bajuku.<br />Begitu
dia mendekat aku merasa tidak tahan lagi. Aku segera berdiri dan
memeluknya serta menghisap lehernya. Waktu itu otakku sudah keruh dan
tak perduli apa-apa lagi.<br /><br />“Say, jangan.. aku ini ibu temanmu
mu..,” hanya itu yang dia katakan, tetapi dia sedikit pun tidak melawan,
malah kemudian membiarkan aku membuka kaosnya sehingga tubuh indahnya
pun terlihat.<br /><br />Aku pun mulai menggerayangi seluruh tubuhnya,
payudaranya yang besar kuhisap seperti pada waktu aku masih bayi, dan
tanganku kupakai untuk memijat payudara sebelahnya serta untuk
memeluknya.<br /><br />Setelah itu daerah erotis lainnya pun segera
kunikmati seperti dadanya, ketiak, sampai akhirnya aku terduduk mengarah
persis di celana dalamnya. Kulihat waktu itu CD-nya sudah basah sekali,
lalu kutarik CD-nya ke bawah dan langsung aku melakuan oral seks di
liang kewanitaan ibu temanku. Waktu itu terciumlah bau khas wanita yang
sebenarnya kurang sedap, tapi bau itu merupakan bau terindah yang pernah
kucium dikarenakan nafsuku sudah memuncak.<br /><br />Aku pun menciumi
permukaan kemaluannya sambil lidahku menari-nari di daerah paling
sensitifnya, perbuatanku ini membuatnya melonjak seperti kesetrum.<br /><br />“Cukup
Roy, hentikanlaah.. aah..” katanya tetapi tangannya terus memegangi
kepalaku yang tenggelam di selangkangannya, bahkan menahanku untuk tetap
menjilatinya.<br /><br />Saat lidahku menjilati klitorisnya dengan lembut,
tidak lama kemudian tubuh ibu temanku mengejang dengan hebat, dan
desahannya semakin keras. Aku tidak perduli lagi dan terus menjilati
kemaluan ibu temanku yang memuncratkan cairan-cairan kental saat dia
mencapai orgasme tadi. Kuhisap semua cairan yang keluar, meskipun
rasanya aneh di lidah tetapi terasa nikmat sekali.<br /><br />Kemudian ibu
temanku yang terlihat lelah melepaskan kepalaku dan duduk di kursi
makan. Aku pun segera berdiri dan melucuti pakaianku. Dia tampak
terkesan melihat batang kemaluanku yang besar dengan panjang kira-kira
15 cm dan berdiameter 4 cm. Ketika aku mendekat, ibu temanku mendorongku
hingga aku terduduk di kursi makan dengan sisa tenaganya yang lemas.
Kupikir ibu temanku menolak dan akan marah, tetapi dia segera berlutut
mengarah ke batang kejantananku. Mulutnya begitu dekat ke kemaluanku
tetapi dia diam saja. Aku yang sudah tidak tahan segera mendorong
kepalanya menuju batang kejantananku.<br /><br />Ibu temanku langsung
mengulum senjataku dengan penuh nafsu. Hal itu terlihat dari kulumannya
yang liar dan berirama cepat serta tangannya menggosok pangkal
kemaluanku. Sambil dia melakukannya, kubelai rambutnya dan merasakan
kenikmatan yang luar biasa, tidak terkira dan tidak dapat kulukiskan
dengan kata-kata. Sampai akhirnya aku merasa tidak tahan lagi, air
maniku menyembur di dalam mulut ibu temanku.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEggzOwMybYqKM-N8ZRQQ0sodndZZV2zxwuIGhZlsfJNE4zmvcv9EQ_bcl4gbHxyDHPZundSch8JstJRD3gG_syMhqufGZ5vCcyCEuAeQBFeZcZLBGuEBRqy-rCSz7bzvr9QGBvBO5YRmaE/s1600/images+%25287%2529.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="300" data-original-width="169" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEggzOwMybYqKM-N8ZRQQ0sodndZZV2zxwuIGhZlsfJNE4zmvcv9EQ_bcl4gbHxyDHPZundSch8JstJRD3gG_syMhqufGZ5vCcyCEuAeQBFeZcZLBGuEBRqy-rCSz7bzvr9QGBvBO5YRmaE/s1600/images+%25287%2529.jpg" /></a></div>
<br />Dia segera
memuntahkannya, dan kemudian membersihkan sisa-sisa air mani yang
menetes di batang kejantananku dengan mulutnya. Melihat batang
kejantananku masih tegang, dia segera naik ke pangkuanku dan membimbing
burungku memasuki sarangnya. Akhirnya tenggelamlah seluruh batang
kemaluanku ini ke liang senggamanya. Gila.., rasanya luar biasa sekali.
Meski aku sering jajan, tapi kuakui liang kewaniataan ibu temanku ini
terasa nikmat luar biasa dibanding lainnya.<br /><br />Dia mulai naik turun
menggosok batang kejantananku sambil memeluk kepalaku sehingga aku
berada persis di belahan payudaranya. Hal itu kumanfaatkan untuk
menikmati sekitar wilayah dadanya.<br /><br />Akhirnya dia berada di puncak
orgasmenya, dan langsung mengerang kenikmatan. Aku pun mulai kewalahan
menghadapi goyangannya yang semakin liar, dan akhirnya muncratlah air
maniku untuk kedua kalinya di dalam liang senggamanya. Kami pun lalu
saling berciuman dengan mesra. Kemudian tanpa berkata apa-apa, dia
langsung menuju kamar mandi dan membersihkan badannya.<br /><br />Waktu itu
aku sadar bahwa aku telah menyetubuhi ibu temanku sendiri, karena merasa
bersalah aku segera meninggalkannya untuk berangkat kuliah setelah
berbenah, sementara dia masih di kamar mandi. Aku tidak tahu apa
nantinya yang kulakukan dan bingung menghadapi semua hingga kutulis
Cerita Dewasa Ngentot Dengan Ibu Teman ini.riskaisabellahttp://www.blogger.com/profile/10966692292234891163noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6964574421554186179.post-46634254452558556352018-08-01T12:59:00.000-07:002018-08-01T13:03:37.259-07:00Kumpulan Cerita Sex Aku Tergoda Perawan Desa<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiddWaCPI0dTITn_iuh5Htpj5y5_hTtxO4c03ERCHdLe4GahthTiTYFBp9WEaiOx0exUbSEQPvJf9to7rhyphenhyphenmjE00G1E_B4djDhK0N0ogoI44NF2ZPD4wqY7ganr9zrTFmqgdDeSKND0yII/s1600/ss.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="267" data-original-width="189" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiddWaCPI0dTITn_iuh5Htpj5y5_hTtxO4c03ERCHdLe4GahthTiTYFBp9WEaiOx0exUbSEQPvJf9to7rhyphenhyphenmjE00G1E_B4djDhK0N0ogoI44NF2ZPD4wqY7ganr9zrTFmqgdDeSKND0yII/s1600/ss.jpg" /></a></div>
<b><span style="color: red;">Kumpulan Cerita Sex 2018 </span></b>- Cenit bersandar di dinding, gadis itu duduk sambil memeluk kedua
lututnya. Setengah busana atasnya masih rapi tapi seluruh rok dan
celananya sudah terbuka. Menampakkan kedua paha yang putih mulus dan
montok. Sementara tumpukan daging putih kemerahan menyembul di sela
rambut-rambut hitam yang nampak baru dicukur.Sedikit tengadah dan dengan
tatapan mata sendu ia berujar lirih<br />
“Masukkanlah, Kak! Aku juga ingin menikmatinya.”<br />
Aku
hanya terdiam.. kami sama-sama sudah membuka busana bagian bawah,
beberapa menit kemudian kami bergelut di pojok ruangan itu. Dengan penuh
nafsu ku tekankan tubuhku ke tubuh gadis itu. Ia membalas dengan
merengkuh leherku dan menciuminya penuh nafsu.<br />
Tubuhnya terasa panas
dan membara oleh gairah, bertubi-tubi kuciumi leher, pundak dan buah
dadanya yang kenyal dan besar itu. Ia hanya melenguh-lenguh melepas
nafasnya yang menderu. Setiap remasan dan kuluman diiringi dengan
erangan penuh kenikmatan.<br />
<br />
<a href="https://www.blogger.com/u/1/null" name="more"></a>Tanpa
kusuruh ia membuka sebagian kancing bajunya. Menampakkan onggokan
buahdada yang membulat dan putih. Tanpa membuka tali beha ia
mengeluarkan buah dadanya itu dan mengasongkannya ke mulutku.<br />
Dengan
rakus kukulum buah dada besar Cenit sepenuh mulutku. Ia mengerang antara
sakit dan enak. Nafasku pum semakin tersendat, hidungku beberapa kali
terbenam ke bulatan kenyal dan hangat itu.<br />
Puncak dadanya basah oleh
air liurku yang meluap karena nafsu. Licin dan agak susah meraih puting
susunya yang mungil kemerahan itu. Jelas sekali kulihat
prosesperegangannya. Semula puting susu itu terbenam, namun dalam
sekejap saja dia keluar menonjol dan mengeras.<br />
Cenit tahu susah
mengulumnya tanpa memegang karena aku mencengkram erat leher dan
pinggang gadis itu. Tanpa menunggu waktu ia memegangi buah dadanya dan
mengarahkan putingnya ke mulutku.<br />
Aku pun mengulumnya seperti bayi
yang kehausan. Mengulum dan menyedot sampai terdengar berbunyi
mendecap-decap. Kulihat gadis itu, dalam sayu matanya merasakan
kenikmatan, bibirnya tersungging senyuman dan tawa kecil. ‘Gigit
sedikit, Kak.’ pintanya padaku.<br />
Aku menuruti kemauannya, dengan
gigiku kugigit sedikit puting susunya. ‘Aih.’ Jeritnya lirih sambil
menggigit bibir. Barangkali ia tengah merasakan sensasi rangsangan
nikmat luar biasa di bagian itu. Kurasakan tubuhnya melunglai menahan
nikmat.<br />
Kemudian tubuh kami saling mendekap semakin rapat. Gairah dan
rangsangan nikmat menjalar dan memompa alirah darah semakin kencang.
Secara naluriah aku menyelusuri tubuh sintal Cenit.<br />
Mulai dari leher,
terus ke punggung, meremas daging hangat di pinggul terus ke bagian
bawah. Akhirnya menyelip di antara paha. Gadis itu membuka pahanya
sedikit, mengizinkan tanganku menggerayangi daerah itu.<br />
Dalam pelukan
erat, tanganku mencoba masuk ehm.. bagian itu terasa hangat dan basah.
Cenit menggeser pantatnya sedikit. Kedua matanya memejam sembari
menggigit bibir , desah-desah halus keluar tak tertahankan. Detak
jantungku semakin kencang ketika kubayangkakn apa yang terjadi di’sana’.<br />
Gadisku
menggelinjang, nafasnya sesekali tertahan, sesekali ia seperti
menerawang, apa yang dia harapkan? Aku tahu, dia menginginkan itu, dia
mendorong-dorongkan pantatnya ke depan, agar bagian itu lebih tersentuh
oleh jemariku.<br />
Dengan penuh pengertian aku pun turun dari leher buah
dada.. wajahku terseret ke bawah, menikmati setiap lekuk liku tubuhnya
yang hangat. Setiap sentuhan dan gesekan menimbulkan rintihan lirih dari
mulutnya. Wajahnya menengadah, matanya setengah terpejam, bibir agak
terbuka, dan sedikit air liur menetes dari salah satu sudutnya.<br />
“Teruskan,
kak jangan hentikan..!” pintanya. “Puaskan aku.?” katanya lagi tanpa
rasa sungkan. Yah, tak ada rahasia di antara kami. Apa yang dia inginkan
untuk memuaskan hasratnya, pasti dia minta, kapan saja kami bertemu.
Begitu pula aku kalau lagi pingin, dia pasti kasih.<br />
Perlahan aku
menyusuri tubuhnya ke bagian bawah. Sekarang aku sudah di atas perutnya
yang mulus. Aku bermain-main sebentar di sana. seluruh tubuh Cenit
memang sangat menggairahkan. Tidak ada lekuk tubuhnya yang tidak indah.
Aku sangat menikmati semuanya.<br />
Tiba-tiba Cenit memegang kepalaku,
meremas sedikit rambutku dan mendorong kepalaku ke bawah. “Ayo, Kak,
udah gak tahan nih..! Jangan di situ aja dong.Aih..” Aku menurut. Dulu
aku bilang aku ingin merasakan dan menjilati kemaluannya, dia bilang hal
itu menjijikkan. Dalam keadaan terangsang dia sangat menginginkanya.<br />
Sesampai
di bagian itu aku terpana menyaksikan pemandangan indah terbentang
tepat di depan mataku. Setumpuk daging berwarna kemerahan berkilat di
celah-celahnya<br />
Bagian itu, bibir kemaluan Cenit yang merah dan basah
dipenuhi cecairan lendir yangbening. Dengan kedua jari telunjuk ku buka
celah itu lebih lebar… Klentitnya menyembul nampak berkedut karena
rangsangan nikmat tidak terkira.<br />
Berkali-kali ia berkedut setiap
denyutan dibarengi dengan nafas dan rintih tertahan gadis itu. Aku
memandang ke atas. Ke arah payudaranya yang terbuka, putingnya semakin
mengeras. Nafasnya terengah-engah, buah dada Cenit yang putih itu nampak
naik turun dengan cepat. Kulihat lagi kemaluan gadisku itu semakin
merah dan merekah. Kubuka lagi dengan dua telunjukku cairahn kental pun
mengalir deras. Meluap dan merembes sampai ke sela paha, persis seperti
orang yang sedang ngiler.<br />
Cairan itu terus mengalir perlahan sampai
ke arah anus. Kemudian perlahan berkumpul dan akhirnya menitik ke
lantai. Semakin lama semakin banyak titik-titik lendir bening yang jatuh
di lantai kamar itu.<br />
Terasa ia merenggut rambutku dan menekankan
kepalaku ke arah vaginanya yang sedang terangsang itu. Aku pun semakin
bernafsu. Dengan penuh semangat aku pun mulai mengulum dan menjilati
seluruh sudut kemaluan Cenit<br />
“Ahh. Ahhhh nikmat sekali, Kak!” Cenit
merintih, tubuhnya menegang, cengkramannya di kepalaku semakin kuat.
Pahanya mengempot menekan ke arah mukaku, sementara kemaluannya semakin
merah dan penuh dengan lendir yang sangat licin.<br />
Aku pun semakin
dalam menusuk-nusukkan lidahku ke liang senggamanya. Beberapakali
klentitnya tersentuh oleh ujung gigiku, setiap sentuhan memberi pengaruh
yang hebat. Gadis itu melolong menahan nikmat aku terus menyelusuri
bagian terdalam vaginanya. Oh hangat dan sangat-sangat basah. Tak bisa
kubayangkan kenikmatan apa yang dirasakannya saat ini. barangkali sama
nikmatnya dengan rangsangan yang kuperoleh dari kemaluanku yang juga
sudah mengeras sedari tadi.<br />
Rasanya sangat nikmat dan tergelitik
terutama di bagian pangkal rasanya ingin aku melepaskan nikmat di saat
itu juga. Tapi aku harus menyelesaikan permainan awal ini dulu, gadis
ini minta untuk segera di tuntaskan.<br />
Semakin aku memainkan
kemaluannya, semakin ia mengempot dan menekankan kepalaku ke arahnya.
Sesekali aku menengadah menatap wajahnya yang merah. Tampak ia menghapus
air liurnya yang mengucur dengan lidahnya yang merah itu.<br />
Tiba-tiba
ia tertawa mengikik seperti ada yang lucu. Ia mengusap wajahku yang
bergelimang cairan vaginanya. Sambil memandangku penuh pengertian.
“Lagi, Kak” pintanya.<br />
Aku mengulangi lagi kegiatan itu, ia pun
kembali merintih-rintih menahan rangsangan hebat itu di kemaluannya.
Beberapa kali klentit itu kusentuh dengan ujung gigi.<br />
Tiba saatnya,
dia sudah sampai mendekati puncak. Nafas semakin memburu dan tubuhnya
menegang hebat beberapa kali. Tanpa sungkan lagi, ia mengeluarkan
lolongan penuh kenikmatan ketika rasa enak itu tiba<br />
“Ohhhhh hhhhahhhhhhhh” jeritnya lepas. “Enak sekali”<br />
Pantatnya
mengempot ke depan setiap denyutan nikmat itu menyergap vaginanya dan
setiap denyutan diiringi dengan keluarnya cairan yang lebih banyak lagi.
Beberapa cairan itu bagaikan menyembur dari liang senggamanya, aku
mundur sebentar, melihat bagaimana bentuknya vagina yang sedang
mengalami orgasme.<br />
Tegang, merah, basah berkedut-kedut, cairan pun
membanjir sampai ke kedua pahanya.. mengalir dengan banyaknya sampai ke
mata kaki Aku pun tidak tahan melihat keadaan itu, cepat aku berdiri
mengasongkan kemaluanku yang sudah tegang itu ke arahnya.<br />
Ia
memelukku, terasa tubuhnya bersimbah peluh, wajahnya yang memerah karena
baru melepas nikmat itu disusupkannya ke leherku. Memelukku semakin
kuat<br />
“Puaskanlah dirimu, Kak!”<br />
Aku pun mendekap tubuh sintal itu
semakin erat. Rasa nikmat berkecamuk di titik kemaluanku. Terasa semakin
menegang dan mengeras. Tapi aku ingin merasakan sensasi yang lain.<br />
Kuturunkan
kepala gadis itu ke bagian itu. Ia menurut, perlahan ia menyusuri
tubuhku dari dada terus turun ke bawah. Seperti yang kulakukan tadi,
mulutnya menciumi perutku dan terus turun sesampai di bagian itu ia
memandangi penis yang selama ini selalu dia senangi.<br />
Ia menengadah..
memandangku dengan senyuman nakal. “Besar sekali punyamu, Kak! Ini
untukku untuk selamanya,” katanya sambil mengelus dan mulai meremas
pangkalnya. Aku terkesiap jemari lembut itu mulai mengocok-ngocok
kemaluanku dengan penuh cinta.<br />
“Nikmatilah, Kak! Aku ingin kamu
menikmati dan merasakan kenikmatan seperti yang aku rasakan, kamu
milikku, tidak boleh untuk orang lain.” Aku mengangguk sambil tersenyum,
perempuan kalau sudah cinta dan ingin pasti mau melakukan apa saja.<br />
Perlahan
ia mulai mengocok pengkal kemaluanku sesekali ia mengecup bagian
kepalanya yang seperti topi baja itu. Lembut dan penuh kasih sayang.
Beberapa kali pula ia menempelkannya di pipi sambil matanya terpejam.<br />
“Ohh.. inilah yang aku impikan selama ini. Kepunyaanku milik kekasihku yang perkasa”<br />
Kemudian
ia meningkatkan kocokannya, kedua jemari tangan menggenggam dan
meremas-remas menimbulkan rasa geli luar biasa. Kemaluanku semakin
menegang menahan nikmat.. keras dan enak.<br />
Gadis itu sangat lihai
mempermainkan jemarinya, seolah dia turut merasakan apa yang kurasakan.
Sambil terus jongkok dan menciumi pangkal kemaluanku jemarinya terus
juga digesekkannya.<br />
Akhirny aku pun tak tahan lagi aku merenggut
rambut di kepalanya, tubuhku pun menegang. Aku mendorong pantatku ke
depan, pahaku mengejang menahan sesuatu yang bakal kukeluarkan.<br />
“Cenit”
kataku sambil mencengkram rambutnya. Ia menatapku, wajahnya tepat di
ujung kemaluanku yang sedang dicengkeramnya. Gadis itu tersenyum kecil.
Dia senang menatapku yang sedang dalam puncak nikmat.<br />
Maka, sambil
setengah terpejam, aku pun mengeluarkan segalanya, kemaluanku meledak
dalam genggaman tangan Cenit, menyemburkan air manikyang sangat banyak,
mengenai seluruh muka gadis itu. Sebagian ada yang menyembur dan kena ke
rambutnya. Kelopak mata gadis itu berkedip menahan serangan air mani
yang mendarat di wajahnya<br />
“Hhhhhhhh.hh,” perlahan nafasku mulai teratur puncak itu sudah sampai, nikmat tak terlukiskan kata-kata.<br />
Cenit
bangkit berdiri dan menuju pojok ruangan. Paha dan pantat mulusnya
nampak gemulai ketika ia melangkah. Gadis itu mengambil baju,
mengusapkannya di wajah yang penuh cairan mani. Menoleh ke arahku sambil
tersenyum, kemudian berjalan ke arahku. Merentangkan kedua tangan,
memelukku dan menempelkan pipinya di pipiku.<br />
“Enak ya, Kak”<br />
Aku
mengangguk, memeluk tubuh yang masih bersimbah peluh itu. Memandang
matanya lekat-lekat. Ia membalas tatapanku, “Aku sangat mencintaimu,
Kak. Kaulah milikku dan milikilah aku selamanya”<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrbadtP-5a8nt7X02MDUxYkTFxbpfPYW1FWinsK4Zs1DWuntTOmfZoicNLj5-qCd8t7qbMev6m2dTq0JEHZVpKyM0iNf0sk4-K1RNg_Kv6W2bOBxiAMeP7WugdGAdfjajMyLEcV6g_LYY/s1600/images+%25283%2529.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="267" data-original-width="189" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrbadtP-5a8nt7X02MDUxYkTFxbpfPYW1FWinsK4Zs1DWuntTOmfZoicNLj5-qCd8t7qbMev6m2dTq0JEHZVpKyM0iNf0sk4-K1RNg_Kv6W2bOBxiAMeP7WugdGAdfjajMyLEcV6g_LYY/s1600/images+%25283%2529.jpg" /></a></div>
<br />
Entah berapa lama kami berpelukan sambil berdiri.<br />
Ketika
angin berdesir melalui kisi-kisi jendela, terasa semuanya sudah
mengendur. Jiwa dan raga sudah terpuaskan. Sekarang waktunya merapikan
pakaian, duduk mengobrol di ruang tamu. Sebentar lagi teman-teman kost
kekasihku akan pulang. Kami akan mengobrol di ruang tamu, bercanda,
seperti tidak ada kejadian apa pun sebelumnya.<br />
Tiba-tiba gadis itu
berdiri seperti tersentak kaget. Ia memandangku sambil tersenyum kecil.
Aku tak mengerti ketika ia menunjuk dengan sudut matanya ke arah lantai.
Ha ha ha hampir lupa, cairan itu masih berserak di lantai. Buru-buru ia
pergi ke belakang dan kembali dengan secarik kain. Perlahan dia lap
lendir-lendir itu dengan kain tadi.<br />
“Ini punyaku” katanya sambil
menunjuk setitik cairan. “Dan ini punyamu, Kak!” hehe aku tersenyum.
“Dari mana kamu membedakan keduanya?” tanyaku sambil mengambil sebatang
rokok.<br />
Seraya bangkit dan tertawa “Punya perempuan dan laki-laki jelas beda. Punyaku lebih bening”<br />
“Tapi punyaku lebih enak kan?” kataku bercanda.<br />
“Iya
dong sayang. ” katanya seraya menghampiriku dan mengusap wajahku penuh
kasih dan sayang. “lain kali kita masukin ya . Kak. Aku ingin lebih
menikmatinya..” bisik gadis itu, “Aku ikhlas demi Kakak” bisiknya lagi
di telingaku. Ia melingkarkan tangannya di leherku, aku pun memeluk
tubuh sintal dan bermandi peluh itu lebih erat.<br />
Malam belum begitu
larut ketika aku dan Liani sedang asyik bercinta di ruang tamu rumah
kostnya. Tubuh montok gadis itu terbaring pasrah di atas dipan sederhana
yang terletak di salah satu sudut ruangan. Sedari tadi punyaku keluar
masuk menyelusuri seluruh lipatan kemaluan gadis itu.<br />
Berkali-kali
gadis itu menggeram menahan rasa. Lipatan basah dan hangat itu terasa
sesekali menyempit. Dia sungguh menikmatinya gesekan-gesekan itu, aku
juga. Yang hebatnya, gadis satu ini sepertinya tidak memerlukan
foreplay. Kami langsung melakukannya begitu saja. Cukup dengan tatapan
mata, kami sudah tahu apa yang kami inginkan, kepuasan di malam yang
basah oleh rintik hujan ini.<br />
Jam delapan malam aku ada janji dengan
Cenit kekasihku untuk bertemu di rumah kost khusus putri ini. Padahal
malam ini bukan malam minggu seperti biasanya kami bertemu. Tapi dia sms
aku minta ketemuan, ada yang penting katanya. Aku paham yang penting
itu apa.<br />
Yang aku tidak mengerti ketika aku tiba di rumah kost itu,
ternyata dia tidak ada. Liani teman sekost nya yang menyambutku. Dia
suruh aku masuk dan ketika kutanyakan kemana Cenit, dia bilang sedang
keluar sebentar, ada perlu dan dia pergi dengan Rinay kawan
sekampungnya. Dia bilang, kata Liani, suruh tunggu saja nggak akan lama
kok. Liani, gadis lain desa yang bertubuh tinggi semampai berkulit putih
dan berambut panjang itu menyuruhku duduk.<br />
Tak lama dia pergi ke
belakang , mau bikin minum katanya. Aku manut saja seraya mengambil
sebatang rokok. Diam-diam kerhatikan tubuh gadis itu dari belakang
ketika berlalu. Cukup lumayan, tinggi dan lumayan montok. Apalagi malam
ini dia hanya menggunakan sehelai baju tidur sebatas lutut tanpa lengan.
Menampakkan gumapalan-gumpalan indah khas gadis desa yang terbiasa
bekerja cukup keras.<br />
Tak terasa aku menghela nafas sambil menyaksikan
pemandangan tubuh Liani yang gemulai menuju ke ruang belakang yang agak
gelap itu. Pantatnya lumayan besar dan berisi, sementara kedua betis
tampak putih mulus dengan tumitnya yang kemerahan. Kalau tidak ingat
Cenit kekasihku, mungkin gadis ini pun sudah kupacari, tapi katanya dia
sudah punya pacar, entah siapa aku belum pernah ketemu dengan lelaki
yang katanya jadi pacarnya itu.<br />
Tak lama kemudian gadis itu kembali
sambil membawa nampan dengan segelas air putih. “Maaf, Bang, cuma ini
yang aku sediakan,” katanya sambil setengah embungkuk meletakkan gelas
itu di meja di hadapanku.<br />
Tanpa sadar belahan dada gaun tidur gadis
itu agak melorot, menampakkan dua bulatan putih yang mau tidak mau
merasuk ke mataku. Kuakui tubuhnya sangat sintal. Walaupun tinggi
semampai, tubuh itu tampak padat dan berisi. Buah dadanya tampak
menantang tatkala ia berdiri.<br />
Liani mengibas-ngibaskan rambut
panjangnya di depanku. Bibirnya tersenyum. “Ada perlu apa, Bang? Kok
tumben nggak malam mingguan ke sininya?” tanyanya sambil membenahi
rambutnya yang indah itu. Ia menatapku dari sudut matanya.<br />
Gadis yang
satu ini memang memanggilku dengan sebutan ‘Bang’, tidak seperti yang
lain memanggilku’Kakak’. Aduhai tubuhmu Liani sangat sintal dan lagak
lagumu malam ini seperti bukan kepada orang lain saja.<br />
Gadis itu
duduk dengan santainya di depanku sembari memegangi nampan di perutnya.
Tak ada canggung sedikit pun ketika mengangkat kedua kakinya dan
membiarkan gaunnya yang selutut itu tertarik sampai ke batas paha. Aku
menelan air liur ku sendiri. Di rumah kost yang sepi ini hanya kami
berdua sementara Cenit dan Rinay entah ke mana.<br />
“Masih lama mereka
kembali, Liani?” tanyaku asal saja sambil meraih gelas minumku. Gadis
itu menatapku lurus-lurus di mataku. Entah apa yang ada dalam benaknya
malam ini. “Entah.” Katanya sambil menggeliat, merentangkan tangannya,
kedua pangkal lengannya terangkat ke atas menampakkan ketiaknya yang
bersih.<br />
“Mungkin dua puluh menit atau setengah jam lagi mereka
kembali. Katanya ada perlu, Bang.” Gadis itu menguap dengan enaknya di
depanku. Kemudian ia menengadah menampakkan lehernya yang putih mulus
itu. Hmm.. gadis ini agak-agak mirip Chinese walau sebenarnya bukan.
Tapi terus terang aku cukup tertarik dengan kesintalannya.<br />
“Kenapa gitu, Bang? Bosen ya Nggak sabar ingin cepat ketemu.”<br />
“Tahu aja perasaan orang” jawabku sambil tertawa kecil.<br />
“Hmm tahu dong. Nggak sabar pengen ”<br />
“Pengen apa, hayo!”<br />
“Pengen ‘itu’ ya ” katanya nakal sambil terkekeh.<br />
“Itu apa? Itu kalau itu kamu juga punya kan?” kataku agak sembrono. Gadis itu<br />
merapikan
posisi duduknya agak cepat. Tapi kemudian dia santai lagi sambil terus
menggeliat, seolah ada kepenatan yang hendak dilepaskan dari tubuhnya
itu. Dua gundukan dada itu menyembul dari balik gaun tidurnya yang
berwarna biru itu. Tampak tali behanya yang berwarna hitam.<br />
“Ngeliatin
apa sih?” katanya sambil memperbaiki tali kutang yang agak melorot di
bahunya. “Nggak.” Jawabku sekenanya. Ku lihat ia menatapku tajam. Aku
balas menatap. Wajahnya tampak memerah. Aku menahan nafas. Apa rasanya
gadis ini? apa bedanya dengan Cenit kekasihku?<br />
Pikiran-pikiran itu
berkelebat cepat begitu saja. Seolah dunia sudah jungkir balik. Tak
ingat lagi dengan Cenit, dengan Rinay temannya yang barangkali akan
pulang. Aku pun bangkit, meraih tangan gadis itu. Liani diam saja, tapi
dia tersenyum sambil tertawa sedikit.<br />
“Nggak ada waktu, Kak” katanya
pelan tapi membalas remasan tanganku. Kuselipkan jemariku di jemarinya,
dia membalas. Matanya menatapku seolah mengatakan, kalau ingin
melakukannya lakukanlah sekarang juga mumpung Cenit dan Rinay belum
pulang. Dan itu tidak masalah apakah mereka akan tahu atau tidak, aku
pandai menjaga rahasia.<br />
Bisikan-bisikan itu mengiang di telingaku
semakin membuat gairahku bangkit. Apalagi jika kulihat tubuh Liani yang
montok dan dadanya yang naik turun menahan nafas yang mulai terengah.<br />
Semakin
lama remasan semakin erat. Tubuh kami semakin merapat dan terasa tubuh
gadis itu memanas. Entah oleh nafsu entah oleh hasrat yang tertahan.
Tidak, aku tidak akan menyia-nyiakan kehangatan yang disuguhkan gadis
ini, meski bukan kekasihku, tapi perselingkuhan selalu terasa nikmat.<br />
Dia
memang beberapa tahun lebih tua dari gadisku, cenderung lebih dewasa,
tapi tak kusangka dia menyimpan kehangatan dan hasrat memadu cinta yang
begitu terpendam dan panasnya memancar di malam ini.<br />
“Kak di dipan
itu aja, yuk.” Ajaknya. Senyumannya dari wajahnya yang memerah kelihatan
agak genit. Aku setuju, walau pun cuma dipan beralas kasur tipis
jadilah. Yang penting aku bisa menikmati tubuhnya malam ini.<br />
Maka,
seperti orang kesetanan sambil berpeluk erat kami melangkah ke arah
dipan. Di pinggir dipan ia melepaskan pelukanku, dan perlahan tapi pasti
menurunkan gaun tidurnya.<br />
Aku hanya bisa memandang mengagumi
tubuhnya yang putih mulus dan penuh padat berisi itu. Sementara
menurunkan celana dalamnya ia memandangku sembari menatap ke arah bawah.
Oh, aku belum membuka celana panjangku, terlalu mengagumi kemolekannya.<br />
Tak
lama kemudian kami sudah berpelukan hampir tanpa busana. Dia berada di
bawah dalam posisi tradisional. Siap dan menanti untuk dimasuki oleh
lelaki yang bukan kekasihnya ini.<br />
Kalau Cenit memerlukan fore play
yang cukup lama sebelum terbangkitkan, dia barangkali tidak memerlukan
itu. Atau “Kalau malam begini aku selalu membayangkan bersamamu, Bang.
Bisiknya di telinga, kedua tangan melingkar erat di leherku. Pipinya
menempel erat dipipiku.<br />
“Benarkah?” jawabku sambil mencium pipi
hangat itu. Liani mengangguk. “Kadang bayanganmu begitui jelas seolah
merasuki tubuhku. Kalau begitu aku suka emmh.. basah, Bang.”<br />
“Oh, ya?”<br />
“Iya
coba kamu rasakan, Bang.” Katanya sambil menggerakkan pantatnya,
menggesekkan tumpukan kemaluannya di batang penisku. Ya, terasa hangat
dan basan<br />
“Sebelum kamu datang, aku sudah membayangkan dirimu..
emhhmmm tanpa sadar ‘dia’ pun sudah basah Aku mencium telinga Liani,
dia seperti merinding., tubuhnya menggelinjang karena merinding
kegelian.<br />
“Kadang” bisiknya lagi, “Keluar banyak sekali, sampai membasahi celanaku sekarang juga udah begitu, Bang.”<br />
Ya,
aku rasakan itu, sangat hangat dan sangat basah. Penasaran aku
menyelusupkan jemariku ke daerah itu. Ya ampun! Sepertinya aku
memasukkan tanganku ke seember lumpur yang hangat. Tak disangka, gadis
pendiam ini ternyata menyimpan bara begitu panas. Sebuah rahasia yang
selama ini dia pendam<br />
“Masukkan punyamu, Bang!” pintanya “Aku udah
gak tahan lagi, sedari tadi aku menahan rasa terhadapmu jangan
sia-siakan malam ini walau sebentar, aku akan puas.”<br />
Gadis itu
menggelinjang sekali lagi, membetulkan posisi berbaringnya dan membuka
pahanya sedikit lebih lebar agar mudah aku menggelosorkan kemaluanku ke
liang senggamanya yang hangat itu.<br />
Terasa meluncur dengan lancar
memasuki kemaluan gadis itu. Terus masuk dan membenam sambil ke celah
yang paling dalam. Gadis itu mengetatkan pahanya dan pantatnya mulai
bergoyang ke kiri da ke kanan.<br />
Tubuhnya terasa semakin memanas.
Pelukannya begitu erat dan buah dadanya yang menempel menekan ke dadaku.
Dia sudah begitu bernafsu, nafsu yang di pendam lama dan ingin di
lepaskan dalam pelukanku malam ini juga.<br />
Terus terang di menit-menit
penuh cinta itu aku tidak ingat lagi dengan Cenit. Gadis ini butuh
dipuaskan. Hasrat yang sudah menyeruak tidak bisa lagi di tarik surut ke
dalam. Segala rem sudah di lepas dan kami pun melayang tanpa kendali
menikmati semuanya malam ini.<br />
Kurasa hujan di luar semakin deras.
Titik air yang berjuta-juta itu seolah berlomba terjun ke bumi
menimbulkan suara gemuruh tidak henti-hentinya. Tapi gemuruh itu tak
sedahsyat gemuruh nafsu kami berdua, aku dan Liani yang tengah menikmati
cinta.<br />
Entah sudah berapa kali batang kemaluanku keluar masuk liang
senggamanya. Sudah berapa kali pula dia menggepit-gepit dan memelukku
dengan erat dengan kedua tangannya. Entah berapa kali ia terengah dan
menggelinjang menggeram penuh nikmat.<br />
“Hhhhhh ehhhhhhh..hhhhhh.”
erangnya setiap kumainkan dan kutekan pantatku ke kemaluannya. Luar
biasa, setiap tekanan ke bawah di balasnya dengan tekanan ke atas.<br />
Kurasa
sudah sepuluh menit aku mengayun pinggul di atas tubuhnya. Liang
kemaluannya terasa semakin rapat dan sangat licin, mencengkram kuat
batang kemaluanku yagn menegang.<br />
Aku kendurkan sedikit gerakanku.
Mengalihkan perhatian ke tubuh bagian atas. Liani mengerti, ia
meregangkan tubuhnya menarik kepalanya ke belakang, membiarkan buah dada
besar yang putih berkeringat itu meenyeruak dari pelukanku. Buah dada
gadis desa yang besar dan kenyal, tidak seperti payudara anak-anak kota
yang besar tapi loyo.<br />
Dua gumpalan kenyal itu pun kusergap dengan
mulutku. Ku lahap dan kukunyah-kunyah sepuas hati. Putting susunya yang
merah itu ku kulum dan kuhisap-hisap sambil kugigit sedikit.<br />
Hanya sebentar saja, gadis itu menjerit tertahan.<br />
“Ohhh..
geli, Bang!” aku terus mengulum. Berganti ke kiri dan ke kanan,
kemudian tanganku pun meremas-remas pangkal payudara Liani dengan gemas.
Sangat kenyal, hangat dan enak rasanya.<br />
“Aku udah gak tahan lagi
Bang,” rintihnya lirih, tubuhnya semakin panas dan berkeringat, tubuhku
juga sama. Dalam hawa malam yang cukup sejuk karena hujan itu seolah
tubuh kami mengeluarkan uap. Tubuh bugil bermandi keringat yang
mengebulkan asap nafsu birahi tak tertahankan.<br />
Setelah puas dengan
buah dada kenyal itu, aku memeluk punggung gadis itu. Kurasa dia
mengangkat lututnya, menggepitnya di pantatku. Kemudian ia menurunkan
kedua tangannya dan memelukku di pinggang.<br />
“Tekan-tekan lagi, BAng.” pintanya.<br />
Aku
juga sudah pingin merasakan gesekan kemaluannyai. Sambil saling
berpagut erat aku mengayunkan lagi pantatku di atas rengakahan pahanya
yang montok itu. Dia pun semakin menggepitk-gepitkan kakinya.<br />
Sekarang
kami konsentrasi ke setiap gesekan, setiap lipatan, setiap senti dari
liang kemaluan Liani. Malam ini sunguh hanya milik kami berdua.
Gesekan-gesekan itu semakin lama semakin berirama. Sementara Liani
melakukan aksi yang menambah kenikmatan, ia menggepit lalu menahan.
Gepit tahan gepit tahan. Oh tak terlukiskan enaknya bercinta dengan
gadis ini.<br />
Gesekan itu semakin intens kami lakukan. Sampai-sampai
kami tak sadar kalau hujan sudah berhenti. Malam di luar terasa hening.
Tapi di atas dipan yang berbunyi kriak-kriuk ini dua tubuh saling
memompa berpacu mengejar waktu. Takut kalau Cenit dan Rinay keburu
pulang.<br />
Aku pun mempercepat ayunanku sehingga di malam yang menjadi
sunyi ini terdengar jelas suara penisku yang keluar masuk ke kemaluan
Liani. Beradu rsa dalam limpahan cairan kemaluan Liani..<br />
‘Crekk.. Crekk.. Crekkk. CrekCrekkk.. Crrek.<br />
Kejantananku
naik turun menggesek lipatan-lipatan dinding kemaluan gadis itu.
Bunyinya terdengar jelas sekali di telinga kami berdua. Sesekali kutekan
akan kuat, gadis itu membiarkan dan menerima tekanan itu, menggeolkan
pantatnya berkali-kali agar kelentitnya lebih tersentuh pangkal atas
kemaluanku yang keras.<br />
“Tekan terus, Bang.. aihh…”<br />
Aku menekan
lagi sambil menggerakkan pantat ke kiri dan ke kanan. Mungkin dia merasa
gatal dan ingin gatal itu digaRinay sampai tuntas. PenggaRinaynya
adalah batang kemaluanku yang dia cengkram dan dia benamkan
sedalam-dalamnya.<br />
“Ohhh..ohhhhhhhhh,” lolong gadis itu melepas
nikmat. Seluruh liang senggamanya berkedut-kedut dan sembari menggepit
kuat. Tubuh Liani menggelinjang dan menegang menahan rasa enak ketika ia
mengeluarkan air mani kewanitanya.<br />
“Eughhhhhhhh euuughhhhh.. ahhhhh ”
rintihnya sambil menyurupkan wajahnya ke leherku, lehernya nafasnya
menderu, air liur berceceran dari bibirnya yang merah.<br />
Saat itulah
aku pun bersiap hendak keluar dan menyemburkan kenikmatan di kemaluanku.
Tapi sesuatu menyebabkan aku berhenti Masih dalam keadaan bersetubuh
dengan Liani ada sekelebat bayangan melintas. Aku memandang dengan ujung
mataku, di lantai tampak ada dua bayangan seperti diam terpaku. Aku pun
terkejut bayangan siapa itu?<br />
Perlahan kulihat wajah Liani yang
matanya masih setengah terpejam. Kemudian matanya perlahan terbuka Dia
pun melihat bayangan itu dan menatap langsung ke ruang tengah.
Samar-samar di bola matanya yang hitam itu kulihat dua sosok berdiri
menatap ke arah kami.<br />
Itu bayangan Cenit dan Rinay! Rinayanya sudah
beberapa menit tadi mereka berdiri di sana, menatap kami yang sedang
asyik memagut cinta. Apakah mereka tadi mendengar juga.. bunyi
crekcrekk.crekk.. alat kelamin kami yang sedang berkelindan? Entahlah,
aku tak berani membayangkan hal itu.<br />
Anehnya, meski pun Liani sudah
tahu kehadiran mereka, dia diam saja. Tidak memberi tanda bahwa
kekasihku dan temannya sudah pulang. Bahkan seolah membiarkan mereka
menonton kami yang sedang beradegan mesra di atas ranjang.<br />
Terdengar
bunyi deheman kecil, dehem khas suara perempuan. Seolah memaklumi kami
yang masih dalam posisi senggama ini. hmmm aku tahu itu suara Cenit, aku
bisa membedakannya.<br />
Sedetik dua detik aku tak tahu apa yang harus
kuperbuat, kemudian Liani melakukan sersuatu yang tidak kuduga. Dia
seperti melambaikan tangan dari balik punggungku. Menyuruh kedua ‘adik’
kostnya itu masuk ke kamar<br />
“Teruskanlah, Bang. Nggak apa-apa, kok.”
Bisiknya di telingaku. “Ngapain malu.. kita kan sedang enak, kamu enak
aku enak. Mereka juga pasti maklum.”<br />
Oh, ya? Bercinta dengan orang
yang bukan pacar, dan dilihat oleh mereka pula? Apa pula ini?Exibit kah
ini? Ya, sudah! Aku gak sempat memikirkan sejauh itu. Kalau bagi Liani
tidak apa-apa, dan Cenit serta Rinay pun justru menikmati pemandangan
ini. kuteruskan saja.<br />
Perlahan dua gadis itu berlalu, seperti tak
terjadi apa-apa, kecuali tawa kecil Rinay yang terdengar. Aku memandangi
mereka yang pergi menjauh, tiba-tiba Cenit menoleh ke belakang. Dia
menatap mataku langsung, di bibirnya tersungging senyuman yang aneh di
situasi seperti ini senyum yang tampak nakal.<br />
Aku tak tahu apa akan
terjadi sesudah ini, bagaimana hubunganku dengan Cenit? Bagaimana pula
aku akan menemui mereka setelah ‘permainan’ penuh keenakan ini? Tak bisa
lagi aku berlagak seperti seorang lelaki yang setia hanya pada satu
perempuan. Tapi tampaknya Cenit pun tak keberatan jika aku mengencani
kakak kostnya Liani.<br />
Ah. Dunia ini memang aneh di tempat yang
tampaknya biasa-biasa saja ternyata tersimpan bakat-bakat cinta yang
terpendam yang menanti untuk dikeluarkan dan dinikmati setiap lelaki
semacam aku. Aku tak tahu harus bergembira atau entahlah!<br />
Aku
meneruskan permainanku dengan Liani. Gadis itu sudah sampai ke puncak
syahwatnya kini giliran aku. Perlahan-lahan aku mulai memompa lagi
kemaluanku naik turun menggesek kemaluan Liani yang basah itu. Bunyi
crek.. crek.. crek.. creeeek terdengar ke segenap ruangan.<br />
Aku agak termangu mendengar suara itu tidakkah akan sampai ke telinga mereka berdua yang sekarang sudah ada di kamarnya?<br />
“Terusin
aja, Bang.. Kalo enak ngapain juga di berhentiin” bisik Liani seolah
hendak menghapus keraguanku. Maka aku pun meneruskan lagi, kali ini
dengan irama yang lebih cepat dan tak lama kemudian creettcretttt sambil
menekan aku keluarkan air maniku di dalam kemaluan Liani yang
mencengkram erat itu. Oh nikmatnya.<br />
Beberapa menit telah berlalu.
Sesudah menghapus keringat di dadaku Liani mengenakan pakaiannya.
Kemudian sambil bernyanyi-nyanyi kecil ia merapikan rambutnya yang kusut
masai. Wajahnya tampak puas. Sangat puas telah beroleh kenikmatan yang
selama ini didambakannya. Seraya membetulkan tali beha dan menyempalkan
payudara besarlnya ia berkata.<br />
“Bang, aku masuk dulu ke dalam. Nanti Cenit kusuruh keluar, ya!”<br />
Aku
hanya mengangguk mengiyakan, gadis itu pun bangkit dan berlalu dari
hadapanku. Sementara aku duduk termangu sambil menghisap sbatang rokok.
Tak lama kemudian Cenit keluar menemuiku, kali ini tidak memakai busana
yang dikenakannya tadi, tapi sudah berganti dengan gaun tidurnya yang
berwarna pink. Bahannya yang halus menampakkan lekuk tubuhnya yang
seksi. Aku menelan ludah pasti dia bakal marah karena kelakuan kami
tadi.<br />
Dia hanya tersenyum sambil menggigit bibir bawahnya. Tak tampak
tanda-tanda emarahan di sana. sejenak dia hanya diam.. kemudian
tiba-tiba dia bangkit dan ‘menyerbu’ ke arahku.<br />
Melingkarkan
tangannya di leherku dan menciumiku penuh nafsu. Aneh, dia tidak marah,
bahkan setelah melihat kami bercinta seolah nafsunya bergelora ingin
dipuaskan juga.<br />
“Cenit maafkan.. aku telah” belum sempat kuselesaikan
kalimatku dengan bernafsu dia mencari bibirku dan menciuminya dengan
garang. Oh, gelagapan aku dibuatnya. Aku tidak tahu, apakah dia marah
atau sudah terangsang. Aku balas ciuman itu, lidahnya terjulur dan
bertemu dengan lidahku. Beberapa saat lamanya lidah kami berjalin
berkelindan seperti tak mau lepas. Dengan rakus pula dia hirup air
liurku, meneguk dan menelannya. Setelah puas giliran aku yang menghisap
cairan mulut itu. Setelah itu kami melepas ciuman dan saling memandang
selama beberapa saat.<br />
Tanpa banyak berkata-kata dia menurunkan
gaunnya ke bawah, menampakkan dua gumpal buah dada yang tidak memakai
beha. Putting susunya meruncing dan tegang.<br />
“Aku terangsang sekali
melihat kalian berdua tadi. ” katanya terengah sambil mengasongkan kedua
susunya ke arahku. Aku pun menyambut, tangan kiriku meremas dan mulutku
mengulum puting susu yang satunya. Tiba-tiba gerakankuterhenti. Dengan
wajah kaget Cenit menatapku heran. Aku lupa mematikan puntung rokok yang
ku hisap tadi. Gadis itu tersenyum dan kamipun melanjutkan permainan
hangat ini. Buah dada besar montok dan kenyal itu kukunyah sepuas hati.<br />
Cenit
mendesah keenakan. Jemarinya mencengkram kepalaku, mengusutkan
rambutku. Masih dalam posisi duduk ia mengangkang .. melepas gaunnya
yang sudah setengah terbuka. Dia pun tidak bercelana dalam sehingga
gundukan vaginanya yang tebal dan tidak berambut itu merekah di depanku.<br />
Cairan
bening meluap keluar. Mengalir di sela-sela celah kemaluannya. Di tak
pedulikannya. Dibiarkan lendir bening itu mengalir. Bahkan dia
menyuruhku untuk memegangnya jemariku menyelusup ke liang senggama
Cenit, hangat dan sangat basah oleh cairan pelicin.<br />
Kusentuh
klentitnya yang merah dengan ujung jemariku. “Akhh.” Cenit melolong
tertahan. “Geli, Kak!” desahnya tersentak. Kemudian sembari memeluk
leherku, dan mencium keningku dia mengajakku ke dipan tempat aku dan
Liani tadi bercinta.<br />
Tak banyak cingcong kurengkuh dan kugendong
tubuh hangatnya ke dipan itu. Di sana dia kubaringkan. Tapi ketika aku
hendak membuka celana, tiba-tiba ia mendudukkan tubuhnya yang sudah
bugil itu. Aku heran, apa yang akan dia perbuat.<br />
“Bukalah celanamu,
Kak!” katanya tak sabar sembari menarik resleting celana panjangku.
Setela memelorotkan celana dalamku, dengan sangat bernafsu ia memegangi
pangkal kemaluanku yang kembali menegang.<br />
“Besar dan nikmat.” Seru Cenit sambil meremas-remas kemaluanku.<br />
“Sekarang giliranku” katanya agak keras.<br />
Ia
turun dari dipan dan berdiri di sampingku, di dorongnya dadaku ke arah
dipan, menyuruhku berbaring disana. Aku menurut. Setelah aku berbaring,
Cenit pun menaikkan sebelah kakinya dan mengangkang di atas. Perlahan
dia menekuk tubuhnya dan memelukku dari atas.<br />
“Masukkan, Kak.”
Pintanya dengan nada gemas. Ia memegang batang kelaminku itu dan
memasukkannya ke dalam liang kemaluannya. Kemudian dengan agak kasar dia
menghenyakkan pantatnya ke bawah agar kemaluanku masuk lebih dalam ke
tubuhnya.<br />
“Ehhhhh. Hhhhh” desahnya kacau seperti anak kecil yang
rakus menetek di susu ibunya. Dalam posisi di atas dia menaik turunkan
pantatnya dengan cepat oh batang kemaluanku di cengkram dan di
gesek-gesek seperti itu. Geli rasanya.<br />
Posisi di bawah jarang aku
lakukan. Tapi kali ini aku menerima saja, karena tadi sudah lumayan
capek meladeni Liani. Kali ini Cenit yang giat menekan-nekankan
pantatnya, maksudnya supaya punyaku masuk lebih dalam.<br />
Sembari
memelukku erat, ia terus mengempot-ngempotkan pantatnya. Bunyi crek crek
crek terdengar lagi kali ini bahkan di tingkahi oleh jeritan-jeritan
kecil yang keluar dari mulut kekasihku.<br />
Aku terus berbaring sembari
meremas-remas pantatnya yang mulai berpeluh itu. Cairan vagina terasa
terus merembes dari kemaluan Cenit. Dia sudah sangat terangsang. Liang
kemaluannya sangat basah dan panas. Sesekali ia menekan dan menahan.
Seolah hendak melumat habis seluruh kemaluanku dengan vaginanya. Terang
saja aku pun semakin keenakan.<br />
Diam beberapa saat menahan tekanan,
dia pun mengendurkan dan memulai lagi gerakan naik turunnya. Aku terus
meremas-remas pantatnya. Dadanya yang kenyal itu menekan ke arah dadaku,
hampir membuatku sesak nafas. Tapi aku pasrah.. lha wong enak rasanya.<br />
Selama
sepuluh menit Cenit bergerak naik turun, nggak cape-cape kelihatannya.
Tubuhnya semakin basah oleh keringat, bahkan wajahnya sudah dipenuhi
keringat sebesar-besar biji jagung. Sebagian mengalir ke ujung hidung
dan menitik menimpa wajahku. Sesekali ia mengibaskan rambutnya yang
tergerai..<br />
Aku mencoba memiringkan kepala mencoba mengurangi titikan
keringat di wajahku. Pada saat itulah kembali aku terkesiap. Di ujung
ruangan, di pintu kamar Cenit, tegak sesosok tubuh perempuan menatap
kami dengan matanya yang bulat.<br />
Mata besar milik Rinay, teman sekost
Cenit. Dia menatap kami tanpa berkedip. Tangan kanannya tertangkup di
dada. Sementara yang kiri tampak meremas-remas ujung gaun tidurnya yang
di atas lutut.<br />
Ketika kami saling memandang dalam posisi Cenit masih
di atas dan asyik dengan empotan-empotannya. Perlahan tangan kiri Rinay
mengangkat ujung gaun merahnya. Terus terangkat ke atas menampakkan paha
gadisnya yang padat<br />
Entah sadar entah tidak gaun itu sudah
sedemikian terangkat, sehingga aku bisa melihat celana dalam yang
tersingkap. Kemudian ia menarik pinggir celana dalam itu menampakkan
segumpal tumpukan daging berbulu dengan celah merah di tengahnya.<br />
Ujung
jemari menyentuh bagian tengah celah itu. Menekannya dan
memutar-mutarnya sedikit. Ya ampun kemudian dia menatapku.. dengan mata
setengah terpejam.<br />
Saat itulah Cenit menengadah. Dan menyurukkan
kepalanya ke leherku, memelukku kuat dan mulai mendesah berkepanjangan.
Pantatnya menekan kuat sampai seolah kemaluanku mau ditelannya sampai
habis.<br />
“Kak.. enak sekali.. ahh” terasa kemaluan Cenit berdenyut
hebat, tubuhnya bergetar tak kuasa menahan nikmat nafasnya sangat
memburu dan..<br />
Dia pun lunglai dalam pelukanku. Sementara air mani
gadis itu mengalir tak tertahankan, meluap dan mengalir membasahi sampai
bagian perutku.. aku peluk gadis itu di punggungnya membiarkan ia
mengendurkan syaraf setelah ia tadi sangat tegang menikmati puncak
orgasmenya.<br />
***<br />
Sampai beberapa menit kami masih berpelukan,
kejantananku yang masih tegang itu masih berada di dalam ’sangkar’-nya.
Cenit diam tak bergerak dalam pelukanku, sepertinya dia lupa ada sesuatu
yang bersemayam dalam tubuhnya.<br />
Perlahan gadisku ini mengatur
nafasnya yang tidak teratur. Setelah agak reda perlahan dia bangkit dan
melepas persetubuhan kami. Lambat ia mengangkat pantatnya ke atas.
Perlahan alat kelaminku itu keluar dari vagina Cenit. Ketika sudah
keluar seluruhnya. Cairan vagina yang kental nampak melumuri batang
kemaluanku. Ketika bagian ‘kepala’-nya akan keluar terdengar seperti
bunyi plastik lengket yang basah akan di lepas..<br />
Clep..crrrllek.
Cenit tersenyum mendengar suara itu. Entah suara lipatan kemaluannya
atau karena lendir yang begitu banyak melumuri batang kemaluanku.<br />
Ia
pergi ke tengah ruangan dan memakai gaunnya kembali, rona wajahnya
menampakkan kepuasan yang tiada terkira. Sambil bernyanyi kecil, seperti
baru sudah pipis, ia memebenahi rambutnya yang kusut masai. Dan
berjalan ke belakang rumah, meninggalkanku yang hendak mengenakan celana
dalam ku.<br />
Belum sempat aku memakai celana itu, tiba-tiba Cenit sudah
kembali. Membawa sehelai kain sarung dan menyuruhku mengenakannya.
“Pakai ini aja, Kak!” katanya seraya mengambil celana panjang dan
kolorku, melipatnya dan merengkuhnya dalam dada. Kemudian ia pun kembali
ke belakang.<br />
Tak lama kemudian ia datang lagi, membawaku segelas
minuman, kalau tadi Liani membawakanku segelas air putih, kali ini Cenit
menyuguhiku dengan teh manis. Aku segera mereguknya karena merasa
kehausan, bayangkan saja melayani dua wanita secara bergilir tanpa
istarahat sama sekali. Capek donk!<br />
Ketika aku meminumnya, alis mataku
terangkat, minuman apa ini? Rasanya kok pahit banget? Sebelum sempat
bertanya Cenit berkata perlahan, “Itu sari dari akar Pasak Jagad Kak!”<br />
“Haa?<br />
Kekasihku
tersenyum, itu kan obat kuatnya lelaki, kalau minum jamu itu pasti
bakal melek semaleman, kataku sesudah menelan tegukan terakhir. Gadis
itu hanya tertawa kecil. ‘Biar aja nggak tidur semaleman besok kamu kan
nggak kerja, tidur aja sepuasnya di sini.<br />
Setengah jam kemudian kami
masih ngobrol di ruang tamu. Masih terbayang-bayang permainan kami
berdua barusan. Tak disangka begitu bernafsunya Cenit, sampai-sampai
kuat main di atas hampir setengah jam lamanya, sementara aku anteng aja
di bawah.<br />
Tiba-tiba Cenit bangkit”Kak,” katanya, “Aku ke dalam
sebentar.” Aku mengiyakan saja, kupikir dia mungkin mau sedikit
merapikan dandanannya yang agak amburadul itu.<br />
Aku akan menghela nafas ketika terdengar dia memanggilku dari kamar.<br />
“Sini sebentar, Kak!”<br />
Aku
pun bangkit dan berjalan menuju ke kamarnya, sebelum tiba di pintu
kamarnya aku melewati kamar Liani yang hanya dihalangi secarik kain
gorden, diam-diam ku singkap tirai kamar itu. Tampak Liani tertidur
pulas, masih mengenakan gaun yang tadi, pahanya yang terbuka nampak
putih dan mulus.<br />
Kamar berikutnya adalah kamar Rinay, hmmm jantungku
berdegup agak kencang. Apa yang dilakukannya tadi ketika aku dan Cenit
sedang menikmati seks? Entahlah, aku tak tahu. Tapi aku pengen tahu
sedang apa dia sekarang?<br />
Perlahan kusingkapkan juga tirai pintu
kamarnya itu. Kasur tempat tidurnya masih tampak rapi, bantal tersusun
di tempatnya. Ke mana cewek itu? Kok nggak ada di biliknya? Sedikit
heran aku terus melangkah menuju kamar Cenit.<br />
“Masuklah, Kak! Jangan malu-malu, aku tahu kamu sudah berada di situ.” Kata Cenit lagi, bergegas aku pun masuk ke kamarnya<br />
Oh
di sini rupanya Rinay, dia sedang tidur telungkup di dipan Cenit,
sementara cewek ku itu sedang menyisir rambutrnya menghadap ke cermin.
Tanpa mengacuhkan aku dia pun menyuruhku duduk di dipan dengan gerakan
tangannya.<br />
Dipan ukuran single itu lumayan sempit, apalagi sekarang
sudah ada Rinay yang tidur di sana. Cenit berbalik menghadapku,
ditatapnya aku dengan tajam. Kemudian perlahan dia mengalihkan
pandangannya ke tubuh temannya yang masih telungkup itu.<br />
“Terserah kamu, Kak. Mau di sini atau di kamarnya. Aku ikhlas aja, yang penting. Dia bisa juga ikut merasakan .”<br />
Aku
melongo? Dia suruh aku menikmati pula tubuh Rinay!? Tubuh perempuan
sintal yang sedang tertelungkup ini? Cenit mengangguk pasti.<br />
“Kami
lihat apa yang kalian lakukan, Rinay pun lihat kita tadi kami bertiga
bersahabat, resminya kamu memang milik aku tapi.. berbagi antar sahabat
tak ada salahnya, bukan? Lagi pula aku rela kok, selama tidak dengan
yang lain selain mereka.”<br />
Dalam hati aku cuma bisa mengangkat bahu.
Kalau dia sudah mengikhlaskan temannya, dia tidak marah apalagi jadi
membenci aku, lagi pula kalau dengan begitu dia jadi terangsang dan
menikmati juga, apa salahnya.<br />
Aku berpikir cepat, katakanlah malam
ini adalah semacam sex party, dan aku menjadi rajanya sementara menjadi
ratuku yang harus kupuaskan, oke saja sih. Hehehe. Kebetulan aku ingin
mencobai juga tubuh Rinay yang berkulit sawo terang ini.<br />
“Aku menunggu di kamarnya,” kataku kepada Cenit, cewek itu mengangguk setuju.<br />
Dipan
singel Rinay terasa cukup nyaman. Bantalan busanya masih cukup baru,
dia memang belum lama kost di rumah ini, mungkin baru setengah tahun.
Aku berbaring dengan rileks. Memandangi dinding kamar yang dipenuhi
poster Cenit sambil memikirkan apa yang telah kudapat malam ini.<br />
Mula-mula
Liani menyerahkan dirinya kepadaku, kemudian Cenit yang memintaku untuk
memuaskannya, dan sekarang Rinay, gadis paling pendiam yang jarang
ngobrol denganku. Gadis ini pun menginginkan ku pula hehehe.. dasar gede
milik, yeuh<br />
Semilir halus wangi parfum masuk ke hidungku.Terdengar
pintu kamar terbuka, perlahan Rinay masuk ke kamar itu. Seperti orang
baru bangun tidur. Ia langsung duduk di dipan itu, “Ada apa, Kak?”
tanyanya seolah tak mengerti. Aku tersenyum, pandai juga dia
menyembunyikan perasaan sebenarnya.<br />
“Eh, kain sarung siapa yang kamu pakai itu, Kak?”<br />
“Hehe.. ini pemberian Cenit tadi..”<br />
Kedua
bola mata gadis itu membulat menatapku seolah tak percaya. Terus terang
saja, dia cantik juga. Rambutnya yang ikal itu dibiarkannya tumbuh
sampai sebatas punggung. Meski baru bangun ‘tidur’ tapi tak mengurangi
kesegaran dan pesona cantik yang terpancar di wajahnya.<br />
Aku menarik
gadis itu ke pelukanku, tubuhnya terasa berat karena ia seperti menolak,
tapi kemudian malah dia yang merangsek dalam dekapanku.<br />
“Jangan , Kak! Nanti Cenit marah..” katanya berbasa-basi.<br />
“Dia marah kalau aku tidak menayangimu juga.”<br />
“Kamu
bisa aja, Kak!” katanya sambil menengadah dan menyentuh pipiku. Aku
mengecup bibirnya, dia sangat menikati kecupan kecil itu, matanya
terpejam, tubuhnya melunglai, dan aku pun memeluk tubuh sintal itu lebih
erat.<br />
Ia membalas pelukanku dan membiarkan bibirnya kulumat beberapa
kali ia mengeluh nikmat. Terasa tubuhnya bergetar ketika aku mulai
merengkuhnya. Kemudian aku pun mulai menyusuri seluruh lekuk dan liku
tubuh gadis itu. Semakin lama tubuh itu terasa panas, setiap gumpalan
dan tonjolan dagingnya terasa begitu membara dipenuhi gairah terpendam.<br />
Aku
membaringkan tubuhnya sementara kedua tangannya terus melingkar di
leherku. Nafasnya terdengar agak memburu, gadis ini sudah mulai
terangsang. Kuperiksa bagian kemaluannya dengan jemariku. Ternyata belum
cukup basah, masih terasa agak kering. Kucumbu dia terus supaya
gairahnya lebih menggelora.<br />
Entah berapa lama kami saling mencium
saling menyusup dan berkelindan, aku pulang suka buah dadanya. Sangat
kenyal, besarnya pun sedang saja, tapi putting susunya sangat kecil,
hanya sebesar biji kacang hijau. Tampak sekali putting itu sudah
mengeras.<br />
Ketika kuremas-remas buah dadanya, wajah gadis itu
menengadah, matanya terpejam rapat, bibir agak terbuka. Setiap remasan
adalah rangsangan bagi tubuh segar ini. Semakin intensif aku meremas,
semakin intens juga dia menikmatinya. Ketika kuraba kemaluannya, lendir
pelicin yang kental sudah mulai keluar.<br />
Perlahan aku mengusap-usap
jembut halus yang tumbuh di sana. Sesekali agak kutekan agar menyentuh
bagian klentitnya. Tuibuhnya menggelinjang karena geli.<br />
Perlahan tapi
pasti cairan pelicin itu mulai keluar, merembes ke permukaan dan
mengakibatkan jembut-jembut halus itu terasa mulai kuyup. Hmmm.. Rinay
sudah siap untuk dimasuki. Sambil memegang pangkal kemaluanku aku pun
memasukkannya. Terasa licin dan rapat. Batang kemaluanku seperti
menembus lipatan daging hangat yang basah oleh lendir.<br />
Creep.
Masuklah aku ke tubuh Rinay. Gadis itu melepas nafas panjang, merasakan
nikmatnya gesekan di kemaluannya. Entah kenapa aku sangat-sangat
terangsang dengan gadis ini, mungkin ini bukan yang pertama baginya,
tapi dia melakukannya seperti baru untuk pertama.<br />
Sepuluh menit
pertama kami mengadu rasa, menggesek-gesekkannya dengan gerakan rutin.
Sementara Rinay pasrah saja sambil memelukku dan membenamkan wajahnya di
leherku. Nafasnya semakin lama semakin memburu, tubuhnya semakin panas.
Titik-titik keringat mulai keluar dan lama-lama peluhnya semakin
membanjir.<br />
Kota kecil ini memang lumayan panas meski di malam hari,
apalagi rumah kost itu tidak berAC, tubuhku pun kembali berkeringat.
Tapi kami tak peduli, kami terus berpelukan menikmati pergumulan itu.<br />
Kami
masih bergumul ketika akhirnya memasuki tahap kedua. Kukeluar-masukkan
penisku secara berirama di liang kemaluannya yang pasrah itu. Gadis itu
memelukku lebih kuat. Tak peduli dengan tubuh yang bersimbah peluh.<br />
‘Crekecrekecrek’.
Sepuluh menit lamanya aku menggesek-gesek kemaluan Rinay dengan
kemaluanku. Terasa punyaku semakin menegang keras. Kemudian aku menekan
Rinay membalas dengan mengempot ke atas. Menggerakkan pinggulnya
berputar-putar, ganas sekali putarannya. Aku naik turunkan lagi pantatku
beberapa kali, kemudian kutekan dalam-dalam.<br />
“Ahhh,” gadis itu
mendesah nikmat. Kemudian membalas lagi dengan tekanan ke atas, sambil
menggoyang pantatnya ke kiri dan kekanan. Lipatan kemaluannya yang
hangat terasa semakin kenyal dan licin.<br />
Beberapa kali kami melakukan
itu, aku pun jadi tak tahan. Tapi dia belum mencapai puncak. Aku akan
membuat dia duluan merasakan kenikmatan.<br />
Aku pun semakin aktif
mengocok dan menekan memek Rinay. Tulang kemaluan kami beradu, bibir
kemaluanya yang tebal menahan tekanan itu dengan nafsu, terasa hangat
dan sangat basah karena lendir mani Rinay sudah melimpah sedari tadi.<br />
Dua menit kemudian gadis itu melolong merasakan vaginanya berdenyut nikmat.. “Ooohhhhh.”<br />
Kumpulan Cerita Sex 2018 -Aku
membantunya dengan menekan semakin dalam. Rinay pun membenamkan
tubuhnya ke kasur, menahan tindihanku sambil melepas nikmat, seiring
dengan mengalirnya air mani prempuan itu dengan lebih deras. Merembes
dari lipatan-lipatan kemaluannya.<br />
“Enak sekali, Kakeigh oh…!”<br />
Berbarengan
dengan itu akan pun mencapai puncak. Kemaluanku terasa berkedut seiring
dengan menyemburnya air maniku di liang senggama gadis itu. Sementara
liang senggama Rinay pun menggepit-gepit tak terkendali karena tak kuasa
menahan nikmat yang luar biasa.<br />
Kami masih berpelukan ketika rasa
nikmat itu tercapai sudah. Gadis itu diam dalam pelukanku, tubuhnya
sangat basah oleh peluh. Hawa panas pun terasa menyergap. Berangsur kami
saling melepas pelukan.<br />
Perlahan gadis bangkit itu duduk dari
posisinya. Gurat-gurat kepuasan terpancar di wajahnya yang cantik.
Sekilas ku lihat memek Rinay yang masih merah dan bibirnya tampak
membengkak, cairan-cairan lendir masih menetes dari sela kemaluannya.<br />
“Enak,
Rinay?” gadis itu mengangguk. Kemudian ia mengusap keringat yang
menitik di dadaku. “Dadamu penuh dengan peluh, Kak. Sini kuusap,”
katanya sambil mengelus lembut dadaku yang memang penuh dengan keringat.<br />
Beberapa
saat lamanya kami kemudian berbaring bersama di kasurnya yang sempit
itu. Rambutnya yang ikal dan panjang itu kubelai. Ia bergerak,
menyusupkan tangannya di leherku, kemudian memintaku terlentang, dia
ingin tidur di dadaku, katanya. Beberapa saat kemudian Rinay pun jatuh
tertidur, tak menyadari air liurnya yang menitik dari sudut bibir. Aku
pun segera terbang ke alam mimpi.<br />
Entah jam berapa kami terbangun.
Ketika itu aku dan Rinay masih berpelukan, sementara di luar terdengar
suara-suara seperti sedang bernyanyi. Oh, ternyata hari sudah siang. Itu
adalah suara Cenit yang sedang bernyanyi kecil, sementara di kejauhan
terdengar suara orang sedang mandi, barangkali Liani sedang membersihkan
tubuhnya.<br />
Rinay pun sudah mulai terjaga, ia masih memelukku, buah
dadanya yang kenyal itu menempel erat di dadaku. Dari ruang tengah
terdengar Cenit sepertinya sedang menyapu lantai. Sementara dari
bibirnya terdengar nyanyian yang sekarang sedang populer.<br />
Tiba-tiba
terdengar suara pintu dibuka, kemudian gorden disingkapkan, dan masuklah
Cenit ke dalam kamar, menatap kami yang masih bugil hanya berselimut
kain sarung.<br />
“Hei, bangun! Belum puas juga ya!”<br />
Aku pura-pura
tidur sambil memeluk Rinay lebih erat. Gadis itu terkikik tapi dia juga
pura-pura meneruskan tidurnya. Cenit berlagak marah dan menarik kain
sarung penutup tubuh kami.<br />
“Apa mau diteruskan lagi tidurnya? Udah siang tauu,”<br />
Aku
menarik kain sarung itu, malu karena kemaluanku sedang menegang setelah
beristirahat total beberapa jam. Tapi kalah cepat, Cenit sudah
menangkap batang kemaluanku dan mengusap-usap dengan jemarinya.<br />
“Oh,
jauh lebih besar dari gagang sapu ini pantesan enak sekali.” Guraunya
sambil tergelak sendiri. “Ya udah, kalau kamu pengen lagi, Rinay. Tuh
mumpung lagi berdiri”<br />
Hampir tak kuat aku menahan tawa dengan canda
Cenit, tapi tampaknya Rinay menanggapinya dengan serius, dia
menggerakkan pantatnya, memelukku dari atas dan mengempot ke bawah.
Bibir kemaluannya terasa menempel di batang kemaluanku.<br />
“Tuuh, kan!
Pasti mau lagi deh! Terusin aja, Rinay. Enak kok!” sergah Cenit sambil
memegangi pinggang gadis itu, menolongnya mengangkat panta, aku pun
memegang pangkal kemaluanku, menghadapkannya ke memek Rinay yang hangat.<br />
“Udah
pas belum?” tanya Cenit, Rinay mengangguk, perlahan Rinay menurunkan
pantatnya, maka. Srrluuuup.. batang kemaluanku masuk lagi ke memek
Rinay. “Main dari atas enak, lho Rinay! Tekan aja biar lebih kerasa”
bisik Cenit agak keras.<br />
Seperti tak peduli kehadiran Cenit di kamar
ini, kami mengulangi permainan semalam, tapi kali ini Posisi Rinay ada
di atas. Kusuruh gadis itu menegakkan tubuhnya. Ia menurut dan mendorong
tubuhnya dengan meletakkan telapak tangannya di dadaku.<br />
Sekarang
posisinya berubah, aku berbaring sementara Rinay duduk mengangkang di
atasku. Alat kelamin kami telah menyatu, ketika ia sudah duduk dengan
benar, nampak memeknya seperti sedang mengulum kemaluanku sampai ke
pangkalnya. Kelentitnya nampak menonjol dan cairan itu kembali mengalir
membasahi jembut-jembut halusnya.<br />
Kami saling pandang sementara masih
bersatu, bibir Rinay tersenyum, beberapa kali ia menyibakkan rambutnya
yang kusut. Perlahan dia mulai mengayun, gerakanya seperti orang sedang
naik kuda. Naik turun berirama.<br />
Semenit aku lupa dengan kehadiran
Cenit di sana. ternyata ia berdiri di belakang Rinay, memperhatikan kami
yang sedang bercinta dengan gaya seperti itu. Gadis itu menyeringai
lebar menampakkan sederetan giginya yang putih bersih.<br />
Kemudian
tiba-tiba ia membuka bajunya, menampakkan beha putih dengan buah dada
besar di baliknya. Ia pun membuka beha itu, melemparkannya ke sudut
kamar, menarik rok panjang, membuka celana dalam sampai akhirnya bugil
sama sekali.<br />
Ia pun menyerbu ke arahku, membenamkan wajahku di
susunya yang besar dan kenyal, meremas-remas kepalaku dengan jemarinya.
Sementara Rinay terus asyik mengayun-ayunkan pantatnya naik turun.<br />
Aku
memeluk punggung Cenit, mengulum dan mengunyah susunya yang kenyal.
Cewek itu mendengus-dengus ketika putting susunya tergigit lembut.<br />
Lama kami bercinta segitiga seperti itu, mungkin ada seperempat jam.<br />
“Kita
enak-enakan bareng, Kak.” Bisik Cenit sambil meremas. Aku setuju, dia
sudah hampir sampai puncak, aku pun tak tahan dengan ulah Rinay, yang
mengocok-ngocok dari atas.<br />
Cenit melepas pelukannya dan naik ke atas
ranjang, mendudukkan pantatnya di dadaku mengangkang lebar menampakkan
memeknya yang tercukur rapi. Gundukan dagingnya putih mulus dan
kemerahan, bibir kemaluannya tebal dan dipenuhi cairan kental dan
hangat.<br />
Ia memajukan memeknya sehingga sampai di mulutku. Kemudian
mulai menekan ke arah mukaku. “Ahh ayo Kak! Aku udah gak tahan lagi
nih.”<br />
Sambil meremas pinggang dan pantatnya aku pun beraksi.
Mengganyang habis kue pie lembut dan basah itu. Cenit segera
merintih-rintih ingin segera melepas nikmat. Sementar di belakangnya
Rinay tiba-tiba mengempot dan menekan ke bawah,. Tubuhnya ambRinay ke
depan, menimpa punggung Cenit yang sedang menekan mukaku.<br />
Wajahku
semakin tertekan oleh gumpalan memek Cenit, sementara pahanya menggepit
kedua pipiku dengan kuatnya. Akkkh aku hampir tidak bisa bernapas. Ya
ampun!<br />
“Keluarin bareng, Kak! Aghhh.. ahhh!”<br />
Cenit menekan, Rinay mengempot, dan aku sesak nafas!<br />
Terdengar
suara rintihan panjang berbarengan, Cenit dan Rinay sedang dirasuki
kenikmatan. Terasa memek Rinay berdenyut-denyut sembari melepaskan
cairan kewanitaannya, sementara mulutku semakin basah oleh cairan memek
Cenit yang juga berdenyut melepas nikmat.<br />
Kedua tubuh cewek itu
lunglai setelah menikmati segalanya. Mereka ambruk berbarengan ke
tubuhku. Berat sekali rasanya menahan dua tubuh perempuan sekaligus,
montok-montok lagi.<br />
Seperti menyadari hal itu, Cenit dan Rinay pun
bangkit, perlahan Cenit turun dari ranjang, sementara Rinay pun perlahan
mengangkat pahanya, kedua tangan bertumpu pada dadaku.<br />
Saat itulah
kemaluanku keluar dari liang sanggamanya, cleep.. terdengar seperti
bunyi plastik lengket yang sedang dibuka. Tampak kemaluanku masih
menegang dan basah bergelimang cairan memek Rinay.<br />
Aku terdiam
sejenak, tak tahu harus berbuat apa, karena aku belum lagi mencapai
puncak gadis-gadis ini sudah menghentikan permainnya, ketika itulah
tiba-tiba Liani masuk ke dalam kamar, melihat kepada Rinay dan Cenit
yang sedang mengenakan pakaiannya kembali.<br />
Ketika ia mengalihkan
pandangannya ke arahku, matanya terpaku menatap kejantananku yang masih
berdiri dengan perkasa, merah dan mengkilat bermandikan cairan kemaluan
Rinay.<br />
“Kasihkan sama Liani, Kak!” kata Cenit sambil menyempalkan
susunya yang montok itu ke balik beha. Wajah Liani semburat memerah.
Mungkin dia tadi mendengar lolongan Cenit dan Rinay yang berbarengan
menahan geli dan enak. Aku tak tahu apakah dia juga sudah terangsang dan
ingin di gelitik nikmat lagi?<br />
Tampaknya iya, ia mengangkat roknya
menampakkan kedua paha yang padat dan putih mulus. Sementara Rinay dan
Cenit bergegas keluar kamar, meninggalkan kami berdua saja di sana.
semerbak wangi harum tubuh Liasni menusuk hidungku. Gadis ini baru
selesai mandi.<br />
Liani naik ke ranjang bersiap-siap hendak memasukkan
kejantananku ke memeknya yang, ya ampun, ternyata sudah bengkak merekah
merah dan basah pula. Tapi siapa tahan menahan tubuhnya yang tinggi
montok itu setelah tadi ditindih oleh dua gadis montok sekaligus.<br />
Aku
bangkit duduk, mendorong sedikit tubuh Liani, gadis itu seperti kaget.
Tapi dia menurut. Kemudian kusuruh ia berdiri dan ini dia aku ingin
merasakan sesuatu yang lain.<br />
Kusuruh ia berdiri membelakangiku dan
menumpukan tangannya di dipan. Posisinya sekarang menungging di depanku,
Liani mengerti, ia mengangkat pantatnya lagi, dari belakang disela-sela
bongkahan pantatnya, nampak kemaluannya membelah. Cairan kental
menitik-nitik banyak sekali.<br />
Meski nafasnya ditahan, aku tahu gemuruh
di dadanya sudah sedemikian hebat. Tampak dari buah dadanya yang
menggelantung itu bergetar-getar menahan dentaman jantungnya yang
meningkat dahsyat.<br />
Aku ingin masuk dari belakang dan kemaluan Liani
sudah siap untuk kutusuk dari arah itu. Liani semakin menunggit
menampakkan bongkahan pantat dan memek yang merekah. Aku maju
menyorongkan kejantananku ke arah belahan nikmat itu. Creepp..
kejantanankupun coba menerobos dan berusaha keras memasuki liang
senggama Liani yang terbuka. Tapi gumpalan pantat Liani cukup menahan
gerakananku.<br />
Egghh.. aku mencoba lagi dan menekan lebih kuat ke
depan. Akhirnya masuk juga. Oh, rasanya seperti dipilin-pilin. Aku
menekan lagi kemaluan kami semakin berjalin, tapi bongkahan pantat Liani
seolah menahan gerakanku sehingga aku harus menekan agak lebih kuat.<br />
“Emhh.” rintih Liani tertahan. “Tekan , Bang. Emmghhh”<br />
Aku
bergerak maju mundur dan menekan-nekan, sekujur batang kemaluanku
rasanya seperti dicengkram. Sambil agak membungkuk aku mencoba meraih
buah dada Liani, meremas keduanya dari belakang. Hangat besar dan sangat
kenyal. Putingnya kuputar-putar dengan dua ujung jari. Membuat gadis
itu menggelinjang hebat dan semakin mengangkat pantatnya tinggi-tinggi
agar kejantananku masuk lebih dalam.<br />
Tubuh kami semakin berkeringat
ketika rasa enak itu semakin memuncak. Aku pun menekan dan
menggosok-gosok lagi dinding memek Liani yang merapat. Agak sulit main
dari belakang, tapi kami menikmatinya. Beberapa manit kami menikmati
permainan itu. Tubuh Liani maju mundur tertekan oleh gerakan tubuhku.<br />
Ketika
sedang asyik tiba-tiba gorden kamar kembali terkuak. Sosok tubuh Rinay
masuk berkelebat, seperti tak memperhatikan kami gadis itu menuju ke
ujung dipan, ternyata celana dalamnya ketinggalan di sana.<br />
Kami tak
mempedulikan kehadirannya dan terus saling menekan. Aku menekan ke depan
sementara Liani menekan ke belakang. Kemaluan kami sudah begitu menyatu
erat bermandikan cairan kental. Tubuh kami pun menegang dan basah oleh
keringat yang membanjir. Rasa nikmat semakin meningkat, semakin lama
semakin hebat.<br />
“Aghhhhhhh” aku menggeram menahan rasa.
Denyutan-denyutan penuh rasa nikmat menyerang kemaluanku. Liani merintih
tak kalah dahsyat bahkan lebih hebat dari erangan Cenit dan Rinay
berbarengan.<br />
“Bang agh! Enak banget,oh Aku gak tahan lagi!”<br />
Samar
kulihat Rinay mengenakan celana dalamnya. Ketika itu pula aku dan Liani
saling menekan hebat menahannya dan merasakan detik-detik penuh
kenikmatan. Nafas Liani melenguh-lenguh, keringat bercucuran dari
sekujur tubuhnya. Memeknya menyempit dan srrr.. keluar banjir yang
hebat. Tubuhnya bergetar menahan rasa geli yang luar biasa. Aku pun
menekan semakin dalam.<br />
Mmhhh berkali-kali kemaluanku seperti meledak
dalam cengkraman memek Liani. Berkali-kali pula lipatan kemaluan gadis
itu menyempit dan menggenggam kemaluanku kuat-kuat ketika ia pun melepas
nikmat di pagi nan cerah itu.<br />
Rinay mendehem kecil ketika kami
menyudahi permainan itu dengan rasa puas. Liani menjatuhkan tubuhnya
yang basah oleh titik keringat di dipan, menelentang dengan nafas masih
terengah-engah. Bibir kemaluannya nampak membengkak, merah dan berkilat
penuh dengan lendir. Rinay pun diam-diam keluar dari kamar, di dekat
pintu ia menyibakkan rambut ikalnya, menjeling ke arahku, setelah itu ia
pun berlalu.riskaisabellahttp://www.blogger.com/profile/10966692292234891163noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6964574421554186179.post-6228118617004363792018-08-01T12:38:00.000-07:002018-08-01T12:39:08.755-07:00Kumpulan Cerita Sex Pemuas Nafsuku Yanti<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_RaPGDa_K9p7H0WwJISLB4FImEjauS-BGU3bMmmubnDvBWtn92C01Zz49UjQru3DizLQvMuqNtHN8XSVMM4dqBQ4C-r0lL8ipuPcql8qJ_6W3coPMdetoSS0bGINFa6acOhOzvfuIBdA/s1600/images+%25281%2529.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="199" data-original-width="253" height="251" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_RaPGDa_K9p7H0WwJISLB4FImEjauS-BGU3bMmmubnDvBWtn92C01Zz49UjQru3DizLQvMuqNtHN8XSVMM4dqBQ4C-r0lL8ipuPcql8qJ_6W3coPMdetoSS0bGINFa6acOhOzvfuIBdA/s320/images+%25281%2529.jpg" width="320" /></a></div>
Kumpulan Cerita Sex 2018 - Setelah aku lulus SMA, aku melanjutkan studi di Bandung. Kebetulan
aku diterima di sebuah PTN yang terkenal di Bandung. Mengenai hubunganku
dengan tante “U” di kota asalku sudah berakhir sejak kepindahan
keluarga Oom U ke Medan, dua bulan menjelang aku ujian akhir SMA. Namun
kami masih selalu kontak lewat surat atau telepon.<br />
Perpisahan yang sungguh berat, terutama bagiku; mungkin bagi tante
U, hal itu sudah biasa karena hubungan sex buat dia hanya merupakan
suatu<br />
kebutuhan biologis semata, tanpa melibatkan perasaan. Namun lain halnya
denganku, aku sempat merasa kesepian dan rindu yang amat sangat
terhadapnya, karena sejak pertama kali aku tidur dengannya, hatiku sudah
terpaut dan mencintainya. Sejak aku mengenal tante U, aku mulai
mengenal beberapa wanita teman tante U, mereka semuanya sudah
berkeluarga dan usianya lebih tua dariku. Wanita lain yang sering
kutiduri adalah tante H; dan tante A seorang janda cina yang cantik.
Jadi semenjak kepindahan tante U ke Medan, merekalah yang menjadi teman
kencanku. Karena tante H dan tante A sudah berstatus janda, maka tak ada
ke-sulitan bagi kami untuk mengatur kencan kami.<br />
Hampir setiap hari aku menginap di rumah tante H, dengan tante H
boleh dikata setiap hari aku melakukan hubungan intim tidak mengenal
waktu, dan tempat. Pagi, siang sore atau malam, di kamar, di ruang tamu,
di dapur bahkan pernah di teras belakang rumahnya.Teradang kami main
bertiga, yakni aku, tante H dan tante A. Di rumah tante H benar-benar
diperas tenagaku. Sesekali waktu aku harus melayani temen tante H yang
datang ke sana untuk menghisap tenaga mudaku. Aku sudah nggak peduli
lagi rupanya aku dijadikan gigolo oleh tante H. Pokoknya asal aku suka
mereka, maka langsung kulayani mereka.<br />
Suatu saat aku bertemu dengan seorang gadis. Cantik dan sexy banget
bodynya. Dian namanya temen adik perempuanku. Dengan keahlianku, maka
kurayu dan kupacari Dian. Suatu hari aku berhasil mengajaknya
jalan-jalan ke suatu tempat rekreasi. Di suatu motel akhirnya aku
berhasil menidurinya, Aku agak kecewa, rupanya Dian sudah nggak perawan
lagi. Namun perasaan itu aku pendam saja. Kami tetap melanjutkan
hubungan, dan setiap kali bertemu maka kami selalu melakukan hubungan
badani.<br />
<br />
Rupanya Dian benar-benar ketagihan denganku. Tak malu-malu dia
mencariku, dan bila bertemu langsung memintaku untuk menggaulinya. Tapi
aneh, Dian tak pernah menga-jakku bahkan melarang aku datang ke
rumahnya. Kami biasa melakukan di motel atau hotel melati di kotaku,
beberapa kali aku mengajak Dian ke rumah tante H. Kuperkenal-kan tante H
sebagai familiku, dan tentunya aku tak mau menyia-nyiakan kesempatan
untuk bercumbu dengannya di kamar yang sering aku dan tante H gunakan
bercumbu.<br />
Suatu hari, entah kenapa tiba-tiba Dian memintaku untuk main ke
rumahnya, katanya dia berulang tahun. Dengan membawa seikat bunga dan
sebuah kado aku ke rumahnya. Aku pencet bel pintu dan Dian yang
membukakan pintu depan. Aku dipersilahkan duduk di ruang tamu. Segera
Dian bergegas masuk dan memanggil mamanya untuk diperkenalkan padaku.
Aku terkejut dan tergugu melihat mamanya; sebab perempuan itu.. ya..
mamanya Dian sudah beberapa kali tidur denganku di rumah tante H. Mama
Dian nam-pak pias wajahnya namun segera mama Dian bisa cepat mengatasi
keadaan. Mama Dian berlagak seolah-olah tak mengenalku, padahal seluruh
bagian badannya sudah pernah kujelajahi. Beberapa saat mama Dian
menemani kami ngobrol. Dengan sikap tenangnya akupun menjadi tenang pula
dan mampu mengatasi keadaan. Kami ngobrol sambil bercanda, dan nampak
terlihat bahwa mama Dian benar-benar seorang Ibu yang sayang pada putri
tunggalnya itu.<br />
Keesokan harinya, mama Dian menemuiku. Di ruang tamu rumah tante H
mama Dian menginterogasiku, ingin tahu sudah sejauh mana hubunganku
dengan Dian. Aku tak mau segera menjawab, tanganku segera menarik
tangannya dan menggelandang tubuhnya ke kamar. Dia berusaha melepaskan
peganganku, namun sia-sia tanganku kuat mencekal, sehingga tak kuasa dia
melepaskan tangannya dari genggamanku. Kukunci pintu kamar dan segera
aku angkat dan rebahkan tubuhnya di atas kasur. Segera kulucuti
pakaianku hingga aku telanjang bulat, dan segera kutindih tubuhnya. Dia
meronta dan memintaku untuk tak menidurinya; namun permintaanya tak
kuindahkan. Aku terus mencumbunya dan satu persatu pakaiannya aku
lucuti, dan akhirnya aku berhasil memasukkan kontolku di vaginanya.
Begitu penisku melesak masuk, maka mama Dian bereaksi, mulai memba-las
dan mengimbangi gerakanku. Akhirnya kami berpacu mengumbar nafsu, sampai
akhirnya mama Dian sampai pada puncak kepuasan.<br />
Peluhku bercucuran menjatuhi tubuh mama Dian, kuteruskan hunjaman
kontolku di memeknya.. Mama Dian mengerang-erang keenakkan, sampai
akhirnya orgasme kedua dicapainya. Aku terus genjot penisku, aku
bener-bener kesal dan marah padanya, karena aku tahu dengan kejadian itu
maka bakalan usai hubunganku dengan Dian, pada-hal cinta mulai bersemi
dihatiku.<br />
Sambil terus kugenjot kontolku di memeknya, kukatakan padanya bahwa
Dian juga sudah sering aku tiduri, namun aku sangat mencintai,
menyayangi bahkan ingin menika-hinya. Aku katakan semua itu dengan
tulus, sambil tak terasa air mataku menetes. Akhirnya dengan hentakan
yang keras aku mengejan kuat, menumpahkan segala rasa yang aku pendam,
menumpahkan seluruh air maniku ke dalam memeknya. Badanku tera-sa lemas,
kupeluk tubuh mama Dian sambil sesenggukan menangis di dadanya. Air
mata-ku mengalir deras, mama Dian membelai kepalaku dengan penuh rasa
sayang; kemudian dikecup dan dilumatnya bibirku.<br />
Tubuhku berguling telentang di samping kanan tubuhnya, mama Dian
merangkul tubuh-ku menyilangkan kaki kiri dan meletakkan kepalanya
didadaku. Terasa memeknya hangat dan berlendir menempel diperutku,
tangan kirinya mngusap-usap wajahku. Tak henti-hentinya mulutnya
menciumku.<br />
Sambil bercumbu aku ceritakan semua kisah romanceku, hingga aku
sampai terlibat dalam pergaulan bebas di rumah tante H. Dengan sabar
didengarnya seluruh kisahku, sesaat kemudian kembali penisku menegang
keras. Segera tanganku bergerilya kembali di memeknya, selanjutnya
kembali kami berpacu mengumbar nafsu kami. Kami bercumbu benar-benar
seperti sepasang pengantin baru saja layaknya. Seolah tak ada puasnya.
Sampai akhirnya kami kembali mencapai puncak kepuasan beberapa kali.<br />
Setelah babak terakhir kami selesaikan, mama Dian bangkit dan
menggandengku menuju kamar mandi, kami mandi berendam bersama di kamar
mandi sambil bercumbu. Sambil berendam kami bersenggama lagi. Setelah
puas kami menumpahkan hasrat kami, kami keringkan tubuh kami dan segera
berpakaian. Nampak sinar puas membias di wajah mama Dian.<br />
Dengan bergandeng tangan kami keluar kamar, kupeluk pinggangnya dan
kuajak menuju ke ruang tamu. Kami duduk berdua, kemudian berbincang
mengenai kelanjutan hubunganku dengan Dian. Mama Dian ingin agar
hubunganku dengan Dian diakhiri saja, walaupun kami sudah begitu jauh
berhubungan, sekalipun Dian sudah hamil karenaku. Dia memberikan
pandangan tentang bagaimana mungkin aku menikahi Dian, sedangkan aku dan
mama Dian pernah berhubungan layaknya suami istri, sebab bagaimanapun
kami akan tinggal serumah. Bagaimana mungkin kami melupakan begitu sqaja
affair kami; rasanya tak mungkin.<br />
Aku bisa mengerti dan menerima alasan mama Dian, namun aku bingung
bagaimana cara menjelaskan kepada Dian. Aku tak sanggup kalau harus
memutuskan Dian. Akhirnya aku ideku pada mama Dian. Selanjutnya selama
beberapa hari aku tak mene-muidan sengaja menghindari Dian. Mamanya
memberitahu kalau Dian saat ini dalam keadaan hamil 2 bulan akibat
hubungannya denganku.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEirJs6FRzPMwcjy_Gvz64VHNBp-5x3jVwb0T88GIyAshDVIieELabR6hDGchDqdlkodSY46nkTjz7F4S77lXCRLb4UkDsNpZgGYTN5P9qbY-IWNVsE6taYGs0NNcTaJisCkmXr6Wy2qOc0/s1600/images+%25282%2529.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="162" data-original-width="311" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEirJs6FRzPMwcjy_Gvz64VHNBp-5x3jVwb0T88GIyAshDVIieELabR6hDGchDqdlkodSY46nkTjz7F4S77lXCRLb4UkDsNpZgGYTN5P9qbY-IWNVsE6taYGs0NNcTaJisCkmXr6Wy2qOc0/s1600/images+%25282%2529.jpg" /></a></div>
<br />
Pada suatu hari, aku di telepon mama Dian. Dia memberitahu kalau Dian
sedang menuju ke rumah tante H untuk menca-ri aku. Aku sudah tahu apa
yang harus aku lakukan, saat itu tante H sedang menyiram tanaman
kesayangannya di kebun belakang. Segera kuhampiri dia dan aku ajak ia ke
kamar yang biasa aku dan Dian pakai untuk berkencan.<br />
Kulucuti seluruh pakaian tante H dan juga pakaianku sendiri,
selanjutnya kami bersenggama seperti biasanya. Tak berapa lama Dian
datang dan langsung menuju ke kamarku. Terdengar pekik tertahan dari
mulut-nya saat melihat adegan di atas ranjang; dimana aku dan tante H
sedang asyik bersenggama. Terdengar pintu kamar dibanting, Dian pulang
ke rumah dengan hati yang amat terluka. Tante H merasa tak tega dengan
kejadian itu, tante H memintaku untuk segera menyusul Dian; namun tak
kuhiraukan; bahkan aku semakin keras dan cepat menghentakan penisku di
memeknya. Tante H mengerang-erang keenakan, mengimbangi dengan gerakan
yang membuat penisku semakin cepat berdenyut. Kami mencapai orgasme
hampir bersama, aku berguling dan menghempaskan badanku ke samping tante
H. Mataku menerawang jauh menatap langit-langit kamar, air mataku
bergulir membasahi pipiku. Inilah akhir hubunganku dengan Dian, akhir
yang amat menyakitkan. Dian pergi dariku dengan membawa benih anaku di
rahimnya.<br />
Musnah sudah impian dan harapanku untuk membina rumah tangga
dengannya. Tante H menghiburku; Dia mengingatkan aku bahwa aku sudah
membuat keputusan yang benar. Jadi tak perlu disesali. Didekapnya
tubuhku, aku menyusupkan mukaku ke dada tante H; ada suatu kedamaian
disana; kedamaian yang memabukkan; yang membangkitkan hasrat
kelelakianku lagi. Sessat kemudian kami berpacu lagi dengan hebat,
hingga beberapa kali tante H mencapai puncak kepuasan. Aku memang
termasuk tipe pria hypersex dan mampu mengatur timing orgasmeku,
sehingga setiap wanita yang tidur denganku pasti merasa puas dan
ketagihan untuk mengulangi lagi denganku.<br />
Beberapa hari kemudian aku terima telepon Dian, sambil terisak Dian
pamit padaku karena dia dan mamanya akan pindah ke Surabaya. Aku minta
alamatnya, tapi Dian keberatan. Dari nada suaranya nampak Dian sudah
tidak marah lagi padaku; maka aku memohon padanya untuk terakhir kali
agar dapat aku menemuinya. Dian mengijinkan aku menemuinya di rumahnya,
segera aku meluncur ke rumahnya untuk Inilah saat terakhir akku berjumpa
dengan kekasihku.<br />
Kupencet bel pintu, mama Dian membuka pintu dan menyilahkan aku
masuk. Nampak wajahnya masih berbalut duka dan kesedihan, dia amat
merasa bersalah karena menjadi penyebab hancurnya hubunganku dengan
Dian. Mama Dian menggandengku menuju ruang keluarga, nampak Dian
kekasihku duduk menungguku.<br />
Melihat aku Dian bangkit dan menghampiri aku, tak kusangka pipiku
ditamparnya dengan keras. Kubiarkan saja agar rasa kesal dan tertekan
dihatinya terlampiaskan. Dian berdiri bengong setelah menamparku,
dilihat tangan dan pipiku bergantian seolah tak percaya akan apa yang
dia lakukan. Tiba-tiba ditubruk dan dipeluknya badanku, dibenamkan
mukanya ke dadaku sambil sesenggukan menumpahkan tangisnya. Aku peluk
tubuhnya dan kuelus rambut-nya.<br />
Agak lama kami demikian; kami menyadari bahwa saat inilah saat
terakhir bagi kami untuk bertemu. Mama Dian mendekat dan merangkul kami
berdua, dan membimbing kami untuk duduk di kursi panjang. Kami bertiga
duduk sambil berpelukan, mama Dian ditengah; kedua tangannya memeluk
kami berdua.<br />
Akhirnya kesunyian diantara kami terpecahkan dengan ucapan mama
Dian. Mama Dian mengatakan memberi kesempatan pada kami untuk
memutuskan, apakah akan kami lanjutkan hubungan kami atau kami putuskan
sampai disini saja.<br />
Berat sekali rasanya, jika kami teruskan hubungan kami maka berarti aku
memisahkan jalinan kasih ibu dan anak tunggalnya ini. Aku menyerahkan
keputusan akhir pada Dian. Sambil terisak Dian akhirnya memutuskan untuk
mengakhiri hubungan kami, saat kuingatkan bahwa dirahimnya ada benih
anakku, Dian menjawab biarlah.., ini sebagai tanda cinta kasih kami
berdua.., Dian kan tetap memelihara kandungannya dan akan membesarkan
anak itu dengan kasih sayangnya.<br />
Beberapa saat kemudian aku berpamitan, dengan berat Dian melepaskan
pelukanku, namun sebelum kami berpisah sekali lagi Dian memintaku untuk
menemaninya. Ditariknya aku ke kamarnya dan dengan penuh kasih sayang,
dibukanya pakaianku dan pakaian yang melekat di tubuhnya. Kami berdiri
berpelukan dnegan tanpa sehelai benang menempel pada tubuh kami.riskaisabellahttp://www.blogger.com/profile/10966692292234891163noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6964574421554186179.post-15014809743855518132018-07-31T21:37:00.000-07:002018-07-31T21:37:00.118-07:00Kumpulan Cerita Sex Anak Kuliah<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi75cYIOTdp_FL5hoXwgcymcrx-j0aKla6Wcvfb5hYL4IiqNdGneSo66xlIHh2uxdZwxgzUMVnBsHtAdfW0fnO5jOQUqusO-Y4i_ZrSUBQQURlxiBWDKpgFX2tnuHD7rIR0JaOGem6MLH8/s1600/dwwq.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="183" data-original-width="275" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi75cYIOTdp_FL5hoXwgcymcrx-j0aKla6Wcvfb5hYL4IiqNdGneSo66xlIHh2uxdZwxgzUMVnBsHtAdfW0fnO5jOQUqusO-Y4i_ZrSUBQQURlxiBWDKpgFX2tnuHD7rIR0JaOGem6MLH8/s1600/dwwq.jpg" /></a></div>
<b><span style="color: red;">Kumpulan Cerita Sex 2018</span></b> - Aku kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di kota Bandung, dan
aku paling senang nongkrong di warung Indomie depan kampus. Suatu hari
saat aku sedang nongkrong, temanku Erick datang ke warung itu, so aku
langsung menyapanya dan ternyata Erick tidak seorang diri, ada beberapa
teman wanitanya di luar sedang menunggunya.<br />
<br />
<br />
Yang kutahu teman wanita tersebut bernama Siska (pacar Erick), dan salah
satu diantaranya sangat kukenal, namanya Caroline, soalnya dia
(Caroline red) sering main ke kost-ku (Caroline sering menemani Siska
kalau main ke tempat Erick). Erick kebetulan satu kost denganku. Erick
ke warung Indomie itu hanya mau mencariku karena kunci kamarnya di
titipkan kepadaku jadi kuberikan kuncinya, nggak tahu kenapa Erick balik
ke kost cuma berduaan dengan siska pacarnya, sedangkan Caroline
menunggu di warung itu bersamaku.<br />
<br />
Saat kusadari bahwa Caroline sedang sendirian, maka kupanggil dia masuk
ke dalam warung, maklum sekarang musim hujan dan angin malam rasanya
dingin sekali. Anehnya Caroline menurut saja saat kuajak masuk ke dalam,
sepertinya dia lagi kesel di tinggal oleh Siska dan Erick. Karena aku
sedang makan Indomie, jadi sekedar basa-basi kutawari dia, dan dia tidak
menolak tawaranku, akhirnya kita makan Indomie semangkok berdua. Untung
saja aku sengaja memesan Indomie yang ukuran dobel jadi tidak terlalu
nyesel kutawari dia soalnya waktu itu aku dalam keadaan lapar sekali dan
lagi pingin makan Indomie.<br />
<br />
Aku tidak tahu sebab musababnya, kulihat Caroline sangat kesel nungguin
Erick dan Siska. Didorong oleh rasa penasaran, aku bertanya pada
Caroline, "Kok elo nggak di ajak sih ama Siska dan Erick, kan tadi
perasaan elo bertiga dari kampus, tapi sekarang elo kok ditinggalin?
emangnya kenapa Lin?"<br />
Caroline menjawabnya sambil menggerutu, "Ya gitulah kalo udah nggak ketemu seminggu, biasalah si Erick pasti minta jatah..."<br />
Aku pun ketawa ngakak, "Lah emang harus gitu Lin, kalo si Erick balik ke jakarta?"<br />
"Iyalah, kan namanya juga cinta", bisik Caroline menimpali.<br />
<br />
Kupandang wajah Carorile yang duduk di depanku sambil ngobrol, dan
bagian yang sering kuperhatikan dari wajahnya ialah bibirnya yang
sensual dan super tipis. Tiba-tiba my little jacky langsung bangun dan
berdiri seolah-olah ingin menikmati kuluman bibir Caroline yang sensual
dan super tipis kemerahan, cuma kupikir itu hanya khayalanku saja.
Akhirnya aku berusaha menenangkan Caroline dengan berbagai macam cara,
tahulah aku pekerjaan yang paling membosankan ialah menunggu.<br />
<br />
Sesaat kemudian, Caroline sudah bisa tenang dan dia sudah berada di
dadaku tetapi tanpa kusengaja ketika aku menghembuskan nafasku ternyata
kena ke telinga Caroline, tiba-tiba Caroline langsung tegang dan
seakan-akan menahan beban yang berat, sambil menegangkan kaki dan
menarik kepalaku supaya bisa dicium, cuma karena di tempat ramai, aku
mengelak padahal aku sudah kepingin, karena penasaran ingin menciumnya
dan my little jacky juga sudah berdiri, akhirnya otak mesumku keluar
semua dari kepala. Caroline kuajak ke kost dengan alasan nyusul ke
tempat Erick dan Caroline menanggapi ajakanku dengan antusias.<br />
<br />
Ketika sudah sampai di kost-ku, aku bilang ke Caroline, gimana untuk
sementara Caroline menunggu di kamarku dulu sembari aku melihat keadaan
kamar Erick, apakah aman untuk diganggu atau tidak. Kuberikan kunci
kamarku pada Caroline dan Caroline hanya menunggu di kamarku saja.<br />
<br />
Pada saat aku mau melihat kamar Erick, kembali otak mesumku bekerja, dan
kesempatan itu kugunakan ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku dari
ujung rambut sampai ke ujung kaki dan tidak ketinggalan si jacky juga
kubersihkan hingga mengkilat. Akhirnya aku balik lagi ke kamar dengan
alasan sepertinya Erick dan Siska tidak bisa diganggu, jadi gimana kalau
kita tunggu saja di kamar nggak usah keluar, kita nonton film atau main
play station? Caroline hanya bisa mengangguk.<br />
<br />
Karena aku tahu Caroline gampang sekali dirangsang, aku berusaha
mendekatinya lagi dan menghembuskan nafasku ke telinganya, dan memang
benar Caroline mengerang seperti orang yang sedang mengangkat barbel 100
kg, disitu aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, bibirnya yang super
tipis dan sensual merona sudah menunggu pagutan bibirku, kulumat habis
bibirnya, tanganku juga bergerilya seperti jenderal Sudirman bergerilya
di hutan-hutan. Pelan namun pasti kubuka tali BH-ya dan kancing bajunya,
Caroline masih mengerang berkelonjoton saat lehernya kuhisap dan
sekarang aku sudah mulai mengisap payudaranya yang indah menawan.<br />
<br />
Nafsuku sudah tidak dapat kukendalikan lagi, akhirnya kubuka celanaku
dan celana dalamku, dan kuarahkan si jacky ke dalam mulut Caroline.
Gila... ternyata Caroline seorang yang liar dalam bercinta, tanpa
menungguku dia sudah langsung mengulum batang kemaluanku dengan
ganasnya. Sekarang gantian aku yang di buat berkelojotan olehnya.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiR2Y-XZes2YKEJBfRU0hw-8Il69_Yg48KX4RVGjN9JmnARHm3UagwSEqq0gXMqUxAO6FhJV7kqyAVjId5_CoJ9ts1JQxKcsBd53MpPtHmNqdUVO0MoPYvAc37OiD3w1RKXAMDiFKl6qkk/s1600/ddddddd.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="275" data-original-width="183" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiR2Y-XZes2YKEJBfRU0hw-8Il69_Yg48KX4RVGjN9JmnARHm3UagwSEqq0gXMqUxAO6FhJV7kqyAVjId5_CoJ9ts1JQxKcsBd53MpPtHmNqdUVO0MoPYvAc37OiD3w1RKXAMDiFKl6qkk/s1600/ddddddd.jpg" /></a></div>
<br />
<br />
"Oohhh... aaagghhh... Linnn... lagiii... enaaakkk banget Linn...
teruuus.." erangku saat merasakan nikmatnya hisapan Caroline di batang
kemaluanku. Betapa nikmatnya dikala batang kemaluanku masuk ke dalam
mulutnya dan ditarik keluar lagi. Hangat lidah Caroline sampai ke
ubun-ubunku. Kucoba mengimbangi permainannya. Aku berganti posisi
menjadi 69, aku di bawah dia di atas.<br />
<br />
Gila... bulu kemaluannya yang hitam dan halus pertanda bahwa bulu
kemaluannya itu tumbuh secara alami tanpa di gunting ataupun dicukur.
Aku bisa mencium bau yang semerbak khas Caroline dari liang
kewanitaannya yang sudah basah, dan yang ada tambah kujilati bibir
kemaluannya yang berwarna merah jambu tersebut dengan rakusnya. Terlihat
Caroline nampak semakin berkelonjotan, dan dia berkata dengan setengah
tertahan, "Ndre.. masukin dong.. udah nggak tahan nih... cepet atuh
Ndre.." Tanpa menunggu lagi aku langsung berganti posisi dengan
menggunakan doggy style.<br />
<br />
"Pletak... pletok.." pantat Caroline beradu dengan badanku. Caroline
semakin teriak tak karuan dan akhirnya Caroline berkata, "Ndree.. aku
udah mau keluar nih, gimana dong?" Mendengar seperti itu aku cuma
bilang, "Sabar Linn.. kita keluarin sama-sama, aku juga udah mau
keluar.." Tenagaku kukeluarkan semuanya, iramaku tambah cepat, dan
akhirnya aku keluar. "Ayo Lin keluarin.. aku sudah keluar nihhh..."
Spontan Caroline kejang dan tangannya menahan tanganku sambil berteriak
manja, "Aaakkhhh... Ndre aku juga keluarrr.. akkhhh... ogghhh...
argghhh... nikmatnya..." Akhirnya aku dan Caroline sama-sama terkulai
lemas di tempat tidurku tapi tanpa sepengetahuanku kepala Caroline sudah
ada di depan kejantananku, ingin menjilat lagi kemaluanku. "Auhhh...
aaagghhh.." nikmatnya Caroline.<br />
<br />
Setelah batang kemaluanku dijilat bersih, Caroline berkata kepadaku,
"Andre makasih ya atas kehangatannya... kan malam ini dinging banget,
belum lagi angin Setia Budi sering buat orang sakit.."<br />
Akhirnya kupeluk Caroline dengan erat, dan kami tidur bersama tanpa mau tahu apakah Erick dan Siska akan mencari Caroline.<br />
riskaisabellahttp://www.blogger.com/profile/10966692292234891163noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6964574421554186179.post-47649414940280637782018-07-31T21:12:00.001-07:002018-07-31T21:12:12.791-07:00Kumpulan Cerita Sex Dengan Dua Cewek Kembar<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEifgek79jd_DqxO9lDryOaHTvpf7UmTSbmGF3fzdCZrnLS4riMH9db-XIcZgkmpLJX6Wh_1lkwlMqMhEBwzrWYFG3nBDKg3BtY5zhJEepQCYwElqaP8nCZNRyqCuFi4DS3lMLXATvepCPo/s1600/weqweqweqw.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="246" data-original-width="205" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEifgek79jd_DqxO9lDryOaHTvpf7UmTSbmGF3fzdCZrnLS4riMH9db-XIcZgkmpLJX6Wh_1lkwlMqMhEBwzrWYFG3nBDKg3BtY5zhJEepQCYwElqaP8nCZNRyqCuFi4DS3lMLXATvepCPo/s1600/weqweqweqw.jpg" /></a></div>
<span style="color: red;"><b>Kumpulan Cerita Sex 2018 </b></span>- Seperti halnya sore itu, Ketika aku baru pulang kuliah, kulihat kamar
Evi terbuka tetapi tidak ada orang didalamnya. Karena situasi kost yang
sepi akupun masuk ke kamarnya dan mendengar ada yang sedang mandi dan
akupun menutup pintu kamar Evi. Sudah seminggu lebih aku menginap di
Denpasar karena sedang ujian akhir.<br />
<br />
Setelah pintu kututup, kupanggil Evi yang ada dikamar mandi.<br /><br />"Vi, lagi mandi yah? tanyaku basa-basi.<br /><br />Tidak ada jawaban dari dalam kamar mandi. Akupun melanjutkan.<br /><br />"Kamu
marah yah Vi?, Maaf yah aku gak kasih tahu kamu kalo aku mau nginep di
Denpasar. Hari ini aku mau buat kamu puas Vi. Aku akan cium kamu, bikin
kamu puas hari ini. Aku akan.<br />"Mandi kucing kan kamu Vi mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki." Rayuku.<br /><br />Masih tidak ada jawaban dari dalam kamar mandi.<br /><br />"Vi,
ingat film yang dulu kita tonton kan. Aku akan bikin kamu puas beberapa
kali hari ini sebelum kau rasakan penisku ini Vi. Aku akan cium
vaginamu sampai kau menggelinjang puas dan memohon agar aku memasukkan
penisku".<br /><br />Terdengar suara batuk kecil dari dalam kamar mandi.<br /><br />"Vi, kututup pintu dan gordennya yah Vi". Akupun berbalik dan menutup gorden jendela yang memang masih terbuka.<br /><br />Ketika
gorden kututup, kudengar pintu kamar mandi terbuka. Akupun tersenyum
dan bersorak dalam hati. Setelah aku menutup gorden akupun berbalik. Dan
ternyata, yang ada dalam kamar mandi itu adalah Silvi, kakak Evi, yang
baru saja selesai mandi keluar dengan menggunakan bathrope berwarna pink
dan duduk diatas tempat tidur dengan kaki bersilang dan terlihat dari
belahan bathropenya.<br /><br />Kaki yang putih terawat, betisnya yang indah
terlihat terus hingga ke pahanya yang putih, kencang dan seksi sangat
menantang sekali untuk dielus. Belum lagi silangan bathrope di dadanya
agak kebawah sehingga terlihat dada putih dan belahan payudaranya.
Kukira ukuran Branya sedikit lebih besar dari Evi, karena aku belum
pernah menyentuhnya.<br /><br />"Evi sedang ke Yogya, dia sedang Praktek kerja selama 2 bulan" Kata Silvi sambil memainkan tali bathrope-nya.<br />"Jadi selama ini kamu suka make love ya sama Evi, padahal aku percaya kamu tidak akan begitu sama adikku"<br />"Maaf Mbak, aku gak tahu kalo yang didalam itu Mbak Silvi" Kataku sambil mataku memandang wajah Silvi.<br /><br />Rambutnya
yang hitam sepundak tergerai basah. Dada yang putih dengan belahan yang
terlihat cukup dalam. Paha yang putih mulus dan kencang hingga betis
yang terawat rapih. Kalau menurutku Silvi boleh mendapat angka 8 hingga
8,5.<br /><br />"Lalu kalo bukan Mbak kenapa?, Kamu enggak mau mencium Mbak,
buat Mbak puas, memandikucingkan Mbak seperti yang kamu bilang tadi?"
Tanya Silvi memancingku.<br />"Aku sih mau aja Mbak kalo Mbak kasih"
Jawabku langsung tanpa pikir lagi sambil melangkah ke tempat tidur.
Sebab sebagai laki-laki normal aku sudah tidak kuat menahan nafsuku
melihat sesosok wanita cantik yang hampir pasti telanjang karena baru
selesai mandi. Belum lagi pemandangan dada dan putih mulus yang sangat
menggoda.<br />"Kamu sudah lama make love dengan Evi, Ren?" Tanya Silvi
ketika aku duduk di sebelah kirinya. Aku tidak langsung menjawab,
setelah duduk di sebelahnya aku mencium wangi harum tubuhnya.<br />"Tubuh Mbak harum sekali", kataku sambil mencium lehernya yang putih dan jenjang.<br /><br />Silvi
menggeliat dan mendesah ketika lehernya kucium, mulutku pun naik dan
mencium bibirnya yang mungil dan merah merekah. Silvi pun membalas
ciumanku dengan hangatnya. Perlahan kumasukkan lidahku ke dalam rongga
mulutnya dan lidah kami pun saling bersentuhan, hal itu membuat Silvi
semakin hangat.<br /><br />Perlajan tangan kiriku menyelusup ke dalam bath
robenya dan meraba payudaranya yang kenyal. Sambil terus berciuman
kuusap dan kupijat lembut kedua payudaranya bergantian. Payudaranya pun
makin mengeras dan putingnyapun mulai naik. Sesekali kumainkan putingnya
dengan tanganku sambil terus melumat bibirnya.<br /><br />Aku pun mengubah
posisiku, kurebahkan tubuh Silvi di tempat tidur sambil terus melumat
bibirnya dan meraba payudaranya. Setelah tubuh Silvi rebah, perlahan
mulutku pun turun ke lehernya dan tanganku pun menarik tali pengikat
bathrope-nya. Setelah talinya terlepas kubuka bathropenya. Aku berhenti
mencium lehernya sebentar untuk melihat tubuh wanita yang akan kutiduri
sebentar lagi, karena aku belum pernah tubuh Silvi tanpa seutas benang
sedikitpun. Sungguh pemandangan yang indah dan tanpa cela sedikit pun.<br /><br />Payudaranya
yang putih dan tegak menantang berukuran 36 C dengan puting yang sudah
naik sangat menggairahkan. Pinggang yang langsing karena perutnya yang
kecil. Bulu halus yang tumbuh di sekitar selangkangannya tampak rapi,
mungkin Silvi baru saja mencukur rambut kemaluannya. Sungguh pemandangan
yang sangat indah.<br /><br />"Hh" Desah Silvi membuyarkan lamunanku, Aku
pun langsung melanjutkan kegiatanku yang tadi terhenti karena mengagumi
keindahan tubuhnya.<br /><br />Kembali kulumat bibir Silvi sambil tanganku
mengelus payudaranya dan perlahan-lahan turun ke perutnya. Ciumanku pun
turun ke lehernya. Desahan Silvi pun makin terdengar. Perlahan mulutku
pun turun ke payudaranya dan menciumi payudaranya dengan leluasanya.
Payudaranya yang kenyal pun mengeras ketika aku mencium sekeliling
payudaranya.<br /><br />Tanganku yang sedang mengelus perutnya pun turun ke
pahanya. Sengaja aku membelai sekeliling vaginanya dahulu untuk
memancing reaksi Silvi. Ketika tanganku mengelus paha bagian dalamnya,
kaki Silvi pun merapat. Terus kuelus paha Silvi hingga akhirnya perlahan
tanganku pun ditarik oleh Silvi dan diarahkan ke vaginanya.<br /><br />"Elus dong Ren, Biar Mbak ngerasa enak Ren" Ucapnya sambil mendesah.<br /><br />Bibir
vagina Silvi sudah basah ketika kesentuh. Kugesekan jariku sepanjang
bibir kemaluan Silvi, dan Silvi pun mendesah. Tangannya meremas kepalaku
yang masih berada di payudaranya.<br /><br />"Ahh, terus Ren", Pinggulnya
makin bergyang hebat sejalan dengan rabaan tanganku yang makin cepat.
Jari-jariku kumasukkan kedalam lubang vaginanya yang semakn basah.<br />"Ohh Ren enak sekali Ren", desah Silvi makin hebat dan goyangan pinggulnya makin cepat.<br /><br />Jariku
pun semakin leluasa bermain dalam lorong sempit vagina Silvi. Kucoba
masukan kedua jariku dan desahan serta goyangan Silvi makin hebat
membuatku semakin terangsang.<br /><br />"Ahh Ren", Silvi pun merapatkan
kedua kakinya sehingga tanganku terjepit di dalam lipatan pahanya dan
jariku masih terus mengobok-obok vaginanya Silvi yang sempit dan basah.<br /><br />Remasan
tangan Silvi di kepalaku semakin kencang, Silvi seperti sedang
menikmati puncak kenikmatannya. Setelah berlangsung cukup lama Silvi pun
melenguh panjang jepitan tangan dan kakinya pun mengendur.<br /><br />Kesempatan
ini langsung kupergunakan secepat mungkin untuk melepas kaos dan celana
jeansku. Penisku sudah tegang sekali dan terasa tidak nyaman karena
masih tertekan oleh celana jeansku. Setelah aku tinggal mengunakan CD
saja kuubah posisi tidur Silvi. Semula seluruh badan Silvi ada di atas
tempat tidur, Sekarang kubuat hanya pinggul ke atas saja yang ada di
atas tempat tidur, sedangkan kakinya menjuntai ke bawah.<br /><br />Dengan
posisi ini aku bisa melihat vagina Silvi yang merah dan indah. Kuusap
sesekali vaginannya, masih terasa basah. Akupun mulai menciumi
vaginanya. Terasa lengket tapi harum sekali. Kukira Silvi selalu menjaga
bagian kewanitaannya ini dengan teratur sekali.<br /><br />"Ahh Ren, enak
Ren", racau Silvi. Pinggulnya bergoyang seiring jilatan lidahku di
sepanjang vaginanya. Vagina merahnya semakin basah oleh lendir vaginanya
yang harum dan jilatanku. Desahan Silvi pun makin hebat ketika
kumasukkan lidahku kedalam bibit lubang vaginanya. Evi pun menggelinjang
hebat.<br /><br />"Terus Ren", desahnya. Tanganku yang sedang meremas
pantatnya yang padat ditariknya ke payudara. Tnagnku pun bergerak
meremas-remas payudaranya yang kenyal. Sementara lidahku terus menerus
menjilati vaginanya. Kakinya menjepit kepalaku dan pinggulnya oun
bergerak tidak beraturan. Sepuluh menit hal ini berlangsung dan Silvi
pun menalami orgasme yang kedua.<br /><br />"Ahh Ren, aku keluar Ren", aku
pun merasakan cairan hangat yang keluar dari vaginanya. Cairan itu pun
kujilat dan kuhabiskan dan kusimpan dalam mulutku dan secepatnya kucium
bibir Silvi yang sedang terbuka agar dia merasakan cairannya sendiri.<br /><br />Lama
kami berciuman, dan perlahan posisi penisku sudah berada tepat didepan
vaginanya. Sambil terus menciumnya kugesekkan ujung penisku yang mencuat
keluar CD ku ke bibir vaginanya. Tangan Silvi yang semula berada
disamping bergerak ke arah penisku dan menariknya. Tangannya mengocok
penisku perlahan-lahan.<br /><br />"Besar juga punya kamu Ren, panjang lagi" Ucap Silvi di sela-sela ciuman kami.<br /><br />Sambil
masih berciuman aku melepaskan CDku sehingga tangan Silvi bisa leluasa
mengocok penisku. Setelah lima menit akupun menepis tangan Silvi dan
menggesekkan penisku dengan bibir vaginanya. Posisi ini lebih enak
dibandingkan dikocok.<br /><br />Perlahan aku mulai mengarahkan penisku
kedalam vaginanya. Ketika penisku mulai masuk, badan Silvi pun sedikit
terangkat. Terasa basah sekali tetapi nikmat. Lobang vaginanya lebih
sempit dibandingkan Evi, atau mungkin karena lubang vaginanya belum
terbiasa dengan penisku.<br /><br />"Ahh Rensha.. Begitu sayang, enak sekali
sayang" Racaunya ketika penisku bergerak maju mundur. Pinggul Silvi pun
semakin liar bergoyang mengimbangi gerakanku. Akupun terus menciumi
bagian belakang lehernya.<br /><br />"Ahh.." desahnya semakin menjadi.
Akupun semakin bernafsu untuk terus memompanya. Semakin cepat gerakanku
semakin cepat pula goyangan pinggul Silvi. Kaki Silvi yang menjuntai ke
bawah pun bergerak melingkari pinggangku. Akupun mengubah posisiku
sehingga seluruh badan kami ada di atas tempat tidur.<br /><br />Setelah
seluruh badan ada diatas tempat tidur, akupun menjatuhkan dadaku diatas
payudara besar dan kenyalnya. Tanganku pun bergerak ke belakang
pinggulnya dan meremas pantatnya yang padat.<br /><br />Goyangan Silvi pun
semakin menjadi-jadi oleh remasan tanganku di pantatnya. Sedangkan
pinggulku pun terus menerus bergerak maju mundur dengan cepat dan
goyangan pinggul Silvi yang semakin liar.<br /><br />"Ren.. Kamu hebat Ren..
Terus Ren.. Penis kamu besar keras dan panjang Ren.. Terus Ren.. Goyang
lebih cepat lagi Ren.." begitu racau Silvi di sela kenikmatannya.<br /><br />Aku
pun semakin cepat menggerakkan pinggulku. Vagina Slvi memang lebih enak
dari Evi adiknya. Lebih sempit sehingga penisku sangat menikmati berada
di dalam vaginanya. Goyangan Silvi yang makin liar, desahan yang tidak
beraturan membuatku semakin bernafsu dan mempercepat gerakanku.<br /><br />"Mbak aku mau keluar Mbak" Kataku.<br />"Di
dalam aja Ren biar enak" desah Silvi sambil tangannya memegang pantatku
seolah dia tidak mau penisku keluar dari vaginanya sedikitpun.<br />"Ahh" Desahku saat aku memuntahkan semua cairanku kedalam lubang rahimnya.<br /><br />Tangan
Silvi menekan pantatku sambil pinggulnya mendorong keatas, seolah dia
masih ingin melanjutkan lagi, matanya pun terpejam. Aku pun mencium
bibir Silvi. Dengan posisi badanku masih diatasnya dan penisku masih
dalam vaginanya. Mata Silvi terbuka, dia membalas ciuman bibirku hingga
cukup lama. Badannya basah oleh keringatnya dan juga keringatku.<br /><br />"Kamu hebat Ren, aku belum pernah sepuas ini sebelumnya" Kata Silvi.<br />"Mbak juga hebat, vagina Mbak sempit, legit dan harum lagi." Ucapku.<br />"Memang vagina Evi enggak" senyumnya sambil menggoyangkan pinggulnya.<br />"Sedikit
lebih sempit Mbak punya dibanding Evi" jawabku sambil menggerakkan
penisku yang masih menancap di dalamnya. Tampaknya Silvi masih ingin
melanjutkan lagi pikirku.<br />"Penis kamu masih keras Ren?" tanya Silvi sambil memutar pinggulnya.<br />"Masih, Mbak masih mau lagi?" tanyaku<br />"Mau tapi Mbak diatas ya" Kata Silvi.<br />"Cabut dulu Ren"<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_DO36D8i-uYka8Vp0HfHjApZAyrgVTOYf6f_ix8FD5H_obYs4lHQYKxnq094xqC5kPudWNDbnfOYPVK5Tq8YZh1wTc-W4LkwfSSuhEKbozxuKWy-3sHhOb_ew_cIil4ZSK6oE65IaLiU/s1600/eeeeee.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="225" data-original-width="224" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_DO36D8i-uYka8Vp0HfHjApZAyrgVTOYf6f_ix8FD5H_obYs4lHQYKxnq094xqC5kPudWNDbnfOYPVK5Tq8YZh1wTc-W4LkwfSSuhEKbozxuKWy-3sHhOb_ew_cIil4ZSK6oE65IaLiU/s1600/eeeeee.jpg" /></a></div>
<br />Setelah
dicabut, mulut Silvi pun bergerak dan mencium penisku, Silvi mengulum
penisku terlebih dahulu sambil memberikan vaginanya padaku. Kembali
terjadi pemanasan dengan posisi 69. Desahan-desahan Silvi, vagina Silvi
yang harum membuatku melupakan Evi sementara waktu.<br /><br />Hari itu
sejak pukul lima sore hingga esok paginya aku bercinta dengan Silvi,
entah berapa kali kami orgasme. Dan itu pun berlangsung hampir setiap
malam selama Evi belum kembali dari Praktek Kerjanya di yogya selama 2
bulan lebih. Kupikir mumpung Evi tidak ada kucumbu saja kakaknya dulu.
riskaisabellahttp://www.blogger.com/profile/10966692292234891163noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6964574421554186179.post-52241874608489770862018-07-31T19:24:00.002-07:002018-07-31T20:02:21.551-07:00Kumpulan Cerita Sex Pemuas Nafsu Ibu Muda<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFR9HA-m5IUmWonTlazYUPxABO0tY48z4ZtnR_wW-pmJBnGCMQhxtsDIZ_YlgEViiDnY8zDvTgkiBaEKUluwsysWVLrWuCe4TL3afzZxFGspWO0EVv2bu7btTn3IiNyXy2lJJyTcMOqnw/s1600/3c638ce6199c8a5b9ebd11ae51ad232e.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1152" data-original-width="648" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFR9HA-m5IUmWonTlazYUPxABO0tY48z4ZtnR_wW-pmJBnGCMQhxtsDIZ_YlgEViiDnY8zDvTgkiBaEKUluwsysWVLrWuCe4TL3afzZxFGspWO0EVv2bu7btTn3IiNyXy2lJJyTcMOqnw/s320/3c638ce6199c8a5b9ebd11ae51ad232e.jpg" width="180" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<b><span style="color: red;">Kumpulan Cerita Sex 2018 </span></b>- cerita dewasa kali ini akan
menceritakan kisah seks seorang pemuda yang menjadi pemuas nafsu seks
Ibu muda Jakarta yang kesepian dan butuh kehangatan laki-laki. Ini
merupakan kisah nyata pengalaman seks yang ditulis seseorang lalu
dikirim ke situs ini, seperti apa cerita dewasa ini silakan simak
sendiri…<br />
Segala cerita kencan seks yang ku baca di internet, semula
kukira hanyalah bohong-bohongan belaka. Namun, setelah memanfaatkan
milis internet, aku baru bisa percaya. Sebab, aku memang bisa dapet
teman kencan untuk making-love. Setelah menyimak daftar nomor HP
wanita-wanita’yang butuh teman kencan melalui SMSdate aku segera
menyebar SMS perkenalan. Hasilnya, SMSku dapat jawaban dari seorang
wanita 33 tahun asal Jakarta (sebut saja namanya Gadis). Awalnya, dia
merasa terkejut dan mengaku tak pernah mencari teman kencan pria lewat
SMS. Namun setelah berdialog beberapa saat, akhirnya dia mengakui bahwa
dirinya adalah seorang wanita yang kesepian. Bahkan, dia malah memintaku
datang ke Jakarta dan segala biaya akan dijamin.<br />
<br />
<a href="https://www.blogger.com/u/1/null" name="more"></a><br />
Tanpa
pikir panjang, aku menyatakan siap. Dengan memanfaatkan jasa kereta
cepat Argolawu jurusan KotaX-Jakarta, aku bisa melesat ke Stasiun Gambir
Jakarta. Seperti yang dia pesan, aku diminta menunggu di peron Stasiun.
Cukup lama, aku menunggu sendiri di peron, hampir satu jam hanya duduk
memandang orang-orang berlalu-lalang. Semula aku hampir putu asa dan
curiga, jangan-jangan aku hanya dikerjai. Ketika matahari sudah lenyap
dan langit Jakarta sudah gelap, ketika aku memutuskan untuk pergi dari
Stasiun Gambir (karena merasa dikerjai), tiba-tiba ada seorang wanita
tua yang menghampiriku.<br />
Wanita yang mirip nenek-nenk itu menyampaikan
pesan bahwa aku telah ditunggu wanita bernama Gadis di sebuah taksi
yang berhenti di halaman parkir. Karuan saja, perasaan dadaku jadi
plong. Seketika itu aku lari mencari taksi tersebut. Begitu aku membuka
pintu taksi, Oh.. dadaku berdetak. Wanita kencan SMSku itu ternyata
tidak setua usianya. Tubuhnya terlalu tinggi bagiku, sekitar 170cm,
sedang aku hanya 165cm. Kulitnya putih layaknya etnis Tionghoa.<br />
“Ayo, masuk..,” pinta wanita berambut sebahu itu sembari memberi ruang duduk di sampingnya.<br />
Wajahnya tampak gembira sekali ketika menatap wajahku.<br />
“Ke Hotel XX, ya Bang,” ujar Gadis kepada sang pengemudi taksi.<br />
<br />
<br />
Di
dalam taksi, duduk berhimpitan bersama Gadis, aku seperti dibawa
terbang ke awang-awang. Betapa tidak, tubuhnya super montok. BRA-nya
kira-kira berukuran 36. Dan pinggulnya, wah membuatku benar-benar gemas.
Sementara tatapan matanya, seolah ada rasa dahaga yang tertahan
bertahun-tahun. Hmm.. rasanya itu membuatku tak sabar untuk melumatnya.
Karena itu, begitu tiba di hotel aku bergegas chek-in dan membogkar
rahasia perasaanku di kamar nomor 102.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5ojaNRJ2a3d9dfVqsWOISSSjtnNx6AbNfgHFmu8WQpdGFdILR2EUlaF34LRCJbSFHO19MK7ZAIhI9UyYub7M8uz0FBYSiPPqt1JViL_Ey1heqjNMvhz_oENCdN-fmaAtyV28JcZPimj8/s1600/asasd.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="259" data-original-width="194" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5ojaNRJ2a3d9dfVqsWOISSSjtnNx6AbNfgHFmu8WQpdGFdILR2EUlaF34LRCJbSFHO19MK7ZAIhI9UyYub7M8uz0FBYSiPPqt1JViL_Ey1heqjNMvhz_oENCdN-fmaAtyV28JcZPimj8/s1600/asasd.jpg" /></a></div>
<br />
Di kamar hotel 102, di
antara lampu remang-remang, Gadis hanya termangu memandangiku. Matanya
meneliti leku-lekuk tubuhku yang maih basah habis mandi.<br />
“Sini sayang, aku pijiti. Pasti, kau capek sekali, kan,” ujar Gadis kemudian.<br />
Tanpa
banyak kata, akau hanya menurut saja. Maklum tubuhku capek sekali
setelah menempuh perjalanan KotaX-Jakarta. Kalau dipijiti, oh.. rasa
pegal di tubuhku akan hilang. Karena itu, aku segera tidur tengkurang di
ranjang dengan setengah telanjang di dekat Gadis.<br />
“Bagian mana dulu yang dipijit sayangku,” suara Gadis yang mendesah membuat darahku mendesir-desir.<br />
“Terserah kaulah,” jawabku singkat.<br />
<br />
<br />
Tak
lama kemudian, jemari lentiknya sudah menelusuri lekuk-lekuk tubuhku.
Kadang-kadang tangan Gadis nakal menggoda bagian sensitifku. Urutannya
lembut, seperti menyulam setiap pori-pori kulitku. Beberapa saat
kemudian, aku ganti menawarkan diri untuk memijit tubuh gadis yang super
montok. Seperti yang dia lakukan padaku tadi, aku mulai mengurut-urut
bagian lehernya, kemudian turun ke punggung, pinnggang dan paha. Setelah
itu tubuhnya ku balik sehingga tidak tengkurap lagi. Kali ini aku
mengurut bagian payudaranya dengan lembut. Selanjutnya aku mulai beraksi
erotik. Awalnya saya membelai rambut Gadis dan mencium bibir-nya. Dia
membalasnya dengan hangat, penuh kasih sayang.<br />
<br />
<br />
Kurebahkan dia
dengan perlahan, kutatap matanya erat-erat, kusingkirkan bajunya yang
menutupi buah dadanya, yang sungguh merangsang diriku. Perlahan tapi
pasti kulumat puting susu-nya dan dengan tangan kiriku kumainkan puting
yang satunya lagi. Gadis melenguh keenakan, sungguh suara yang merdu dan
hal ini membuatku grenng lagi. Selang beberapa menit kemudian kuangkat
kepalaku sambil tetap kumainkan tangan kiriku, kemudian kulihat pussy
Gadis yang basah. Kulumat clitorisnya dan semua ruang vaginanya hingga
Gadis menggelinjang berat. Ketika penisku menegang gagah perkasa,
kurenggangkan kedua pahanya dan kumasukkan jariku ke lubang pussynya,
kuputar-putar dan kusodok-sodokkan, Gadis pun semakin mengerang keras,
sampai kusadari kalau waktu kusodokkan di bagian kanan atas, eluhannya
semakin keras dan cairannya makin banyak, penasaran kupusatkan jariku di
situ dan kugosok-gosok bagian tersebut ternyata Gadis pun berteriak
makin keras.<br />
<br />
<br />
Cairannya keluar banyak sekali, aku pun mulai
grenng tidak sabar, kuangkat kontolku dan kusodokkan ke lubang pussynya
dengan cepat, kali ini aku sodokkan terus menerus tapi rupanya kontolku
masih membutuhkan waktu untuk reload sehingga spermaku tidak lekas
keluar.<br />
<br />
<br />
Gadis masih mengerang dengan kerasnya, dan kusodokkan
penisku ke bagian kanan atas, dan yah dia pun makin melenguh keras, dan
kurasakan cairannya menyembur-nyembur dengan derasnya, aku makin grenng
dan kulihat wajahnya yang khas, wajah yang penuh kepuasan dan erangan
penuh kenikmatan yang merdu, yang membuat kontol laki-laki manapun tidak
tahan, dan akupun keluar lagi dengan deras di pussy Gadis.<br />
Ketika
aku terbangun dari tidur, sekitar tengah malam, Gadis telah menyediakan
kopi panas dan duduk di sebelah ranjang. Tapi hasratku masih menggelora.
Tidak bisa tidak aku harus beraksi lagi. Maklum, aku hanya bisa berada
di Jakarta hanya sehari. Sayang kalau hanya sekali main di panggung
ranjang panas. Karena itu, setelah mencicipi kopi aku segera membuka
kancing BH-nya kulepaskan. Tanganku bergerak bebas mengusap buah
dadanya. Putingnya kupegang dengan lembut. Kami sama-sama hanyut dibuai
kenikmatan walaupun kami masih berdiri bersandar di dinding. Kami
terangsang tak karuan. Nafas kami semakin memburu. Aku merasa tubuh
Gadis menyandar ke dadaku. Dia sepertinya pasrah. Baju daster Gadis
kubuka. Di dalam cahaya remang dan hujan lebat itu, kutatap wajahnya.
Matanya terpejam. Daging kenyal yang selama ini terbungkus rapi
menghiasi dadanya kuremas perlahan-lahan. Bibirku mengecup puting buah
dadanya secara perlahan.<br />
<br />
<br />
Kuhisap puting yang mengeras itu
hingga memerah. Gadis semakin gelisah dan nafasnya sudah tidak teratur
lagi. Tangannya liar menarik-narik rambutku, sedangkan aku tenggelam di
celah buah dadanya yang membusung. Mulutnya mendesah-desah.<br />
“Ssshh.., sshh!”.<br />
<br />
<br />
Puting
payudaranya yang merekah itu kujilat berulangkali sambil kugigit
perlahan-lahan. Kulepaskan ikatan kain di pinggangnya. Lidahku kini
bermain di pusar Gadis, sambil tanganku mulai mengusap- usap pahanya.
Ketika kulepaskan ikatan kainnya, tangan Gadis semakin kuat menarik
rambutku. Suaranya melenguh-lenguh. Nafasnya terengah-engah ketika
celana dalamnya kutarik ke bawah. Tanganku mulai menyentuh lagi daerah
kemaluannya. Rambut halus di sekitar kemaluannya kuusap-usap perlahan.
Ketika lidahku baru menyentuh kemaluannya, Dia menarikku berdiri.
Pandangan matanya terlihat sayu bagai menyatakan sesuatu. Pandangannya
ditujukan ke tempat tidurnya.<br />
<br />
<br />
Aku segera mengerti maksudnya.
Dia minta ingin segera digenjot di atas ranjang. Dengan sebuah tarikan,
tubuh Gadis kubaringkan terlentang, tapi kakinya masih menyentuh lantai.
Mukanya berpaling ke sebelah kiri. Matanya terpejam. Tangannya mendekap
kain sprei. Buah dadanya membusung seperti minta disentuh. Puting
susunya terlihat berair karena liur hisapanku tadi. Perutnya mulus dan
pusarnya cukup indah. Kulihat tidak ada lipatan dan lemak seperti perut
wanita yang telah melahirkan. Kemudian, tanganku terus membuka kancing
bajuku satu-persatu. Ritsluiting jeans-ku kuturunkan. Aku telanjang
bulat di hadapan Gadis. Penisku berdiri tegang melihat kecantikan sosok
tubuh Gadis.<br />
<br />
<br />
Buah dada yang membusung dihiasi puting kecil
dan daerah di bulatan putingnya kemerah-merahan. Indah sekali kupandang
di celah pahanya. Gadis telentang kaku. Tidak bergerak. Cuma nafasnya
saja turun naik. Lalu akupun duduk di pinggir kasur sambil mendekap
tubuhnya. Sungguh lembut tubuhnya. Kupeluk dengan gemas sambil kulumat
mesra bibir ranumnya. Tanganku meraba seluruh tubuhnya. Sambil memegang
puting susunya, kuremas-remas buah dada yang kenyal itu. Kuusap-usap dan
kuremas-remas. Nafsuku terangsang semakin hebat. Penisku menyentuh
pinggangnya. Kudekatkan penisku ke tangannya. Digenggamnya penisku
erat-erat lalu diusap-usapnya.<br />
<br />
<br />
Memang Gadis tahu apa yang
harus dilakukan. Dipegangnya penisku yang sudah tegang dan dimasukkannya
ke dalam mulutnya. Mataku terpejam-pejam ketika lidah Gadis melumat
kepala penisku dengan lembut. Penisku dikulum sampai ke pangkalnya.
Sukar untuk dibayangkan betapa nikmatnya diriku. Bibir Gadis terasa
menarik-narik batang penisku.<br />
<br />
<br />
Tidak tahan diperlakukan begitu
aku lalu mengerang menahan nikmat. Kubuka lebar-lebar paha Gadis sambil
mencari liang vaginanya. Kusibakkan vaginanya yang telah basah itu.
Kujulurkan lidahku sambil memegang clitorisnya. Gadis mendesah.
Kujilat-jilat dengan lidahku. Kulumat dengan mulutku. Liang kemaluan
Gadis semakin memerah. Bau kemaluannya semakin kuat. Aku jadi semakin
terangsang. Seketika kulihat air berwarna putih keluar dari lubang
vaginanya. Tentu Gadis sudah cukup terangsang, pikirku. Aku kembali pada
posisi semula. Tubuh kami berhadapan. Tangannya menarik tubuhku untuk
rebah bersama. Buah dadanya tertindih oleh dadaku. Gadis memperbaiki
posisinya ketika tanganku mencoba mengusap-usap pangkal pahanya. Kedua
Kaki Gadis mulai membuka sedikit ketika jariku menyentuh kemaluannya.
Lidahku mulai turun ke dadanya. Putingnya kuhisap sedikit kasar.
Punggung Gadis terangkat-angkat ketika lidahku mengitari perutnya.<br />
<br />
<br />
Akhirnya
jilatanku sampai ke celah pahanya. Gadis semakin membuka pahanya ketika
aku menjilat clitorisnya, kulihat Gadis sudah tidak bergerak lagi.
Kakinya kadang-kadang menjepit kepalaku sedangkan lidahku sibuk
merasakan kenikmatan yang telah dirasakan. Erangan Gadis semakin kuat
dan nafasnya pun yang terus mendesah. Rambutku di tarik-tariknya dengan
mata terpejam menahan kenikmatan.<br />
“Gimana rasanya?” tanyaku lembut dengan nada manja.<br />
<br />
<br />
Dia
tidak menjawab. Dia hanya membuka matanya sedikit sambil menarik napas
panjang. Aku mengerti. Itu bertanda dia setuju. Tanpa disuruh, aku
mengarahkan penisku ke arah lubang vaginanya yang kini telah terbuka
lebar. Lendir dan liurku telah banjir di gerbang vaginanya.
Kugesek-gesekan kepala penisku di cairan yang membanjir itu. Perlahan-
lahan kutekan ke dalam. Tekanan penisku memang agak sedikit susah.
Terasa sempit. Kulihat Gadis menggelinjang seperti kesakitan.<br />
“Pelan-pelan, Yang!”, ujarnya berharap, suaranya terdengar sesak.<br />
<br />
<br />
Aku
sekarang mengerti. Memang aku belum berpengalaman. Kutekan lagi.
Kumasukkan penisku perlahan-lahan. Kutekan punggungku ke depan. sangat
hati-hati. Terasa memang sempit. Lalu Gadis memegang lenganku erat-erat.
Mulutnya meringis seperti orang sedang menggigit tulang. Hanya sebagian
penisku yang masuk. Kubiarkan sebentar penisku berhenti, terdiam. Gadis
juga terdiam. Tenang. Sementara itu, kupeluk tubuhnya dengan gemas
sambil memainkan buah dadanya, menjilat, mengusap dan menggigit-gigit
lembut.<br />
Mulutnya kukecup sambil lidahnya kumainkan. Kami memang sudah sangat bernafsu dan terangsang.<br />
“Mau diteruskan..?” tanyaku kemudian.<br />
<br />
<br />
Gadis
membuka matanya. Di bibirnya terlihat senyum manis yang menggairahkan.
Kutekan penisku ke dalam. Kemudian kutarik ke belakang perlahan-lahan.
Kuhentakkan perlahan-lahan. Memang sempit kemaluan Gadis, mencengkram
seluruh batang penisku. Penisku terasa seperti tersedot di dalam
vaginaya. Kami mulai terangsang! Penisku mulai memasuki kemaluan Gadis
lebih lancar. Terasa hangatnya sungguh menggairahkan. Mata Gadis terbuka
menatapku dengan pandangan yang sayu ketika penisku mulai
kukeluar-masukkan. Bibirnya dicibirkan rapat-rapat seperti tidak sabar
menunggu tindakanku selanjutnya. Sedikit demi sedikit penisku masuk
sampai ke pangkalnya.<br />
<br />
<br />
Gadis mendesah dan mengerang seiring
dengan keluar-masuknya penisku di kemaluannya. Kadang-kadang punggung
Gadis terangkat-angkat menyambut penisku yang sudah melekat di
kemaluannya. Berpuluh-puluh kali kumaju-mundurkan penisku seiring dengan
nafas kami yang tidak teratur lagi. Suatu ketika aku merasakan badan
Gadis mengejang dengan mata yang tertutup rapat. Tangannya memeluk
erat-erat pinggangku. Punggungnya terangkat tinggi dan satu keluhan
berat keluar dari mulutnya secara pelan.<br />
<br />
<br />
Denyutan di
kemaluannya terasa kuat seakan melumatkan penisku yang tertanam di
dalamnya. Goyanganku semakin kuat. Lehernya kurengkuh erat sambil
badanku rapat menindih badannya. Ketika itu seolah-olah aku merasakan
ada denyutan yang menandakan air maniku akan keluar. Denyutan yang
semakin keras membuat penisku semakin menegang keras. Gadis
mengimbanginya dengan menggoyangkan pinggulnya. Goyanganku semakin
kencang. Kemaluan Gadis semakin keras menjepit penisku. Kurangkul
tubuhnya kuat-kuat. Dia diam saja. Bersandar pada tubuhku, Gadis lunglai
seperti tidak bertenaga. Kugoyang terus hingga tubuh Gadis seperti
terguncang-guncang. Dia membiarkan saja perlakuanku itu. Nafasnya
semakin kencang.<br />
<br />
<br />
Dalam keadaan sangat menggairahkan, akhirnya
aku sampai ke puncak. Air maniku muncrat ke dalam kemaluan Gadis.
Bergetar badanku saat maniku muncrat. Gadis mengait pahaku dengan
kakinya. Matanya terbuka lebar memandangku. Mukanya serius. Bibir dan
giginya dicibirkan. Nafasnya terengah-engah. Dia mengerang agak kuat.
Waktu aku memuntahkan lahar maniku, tusukanku dengan kuat menghunjam
masuk ke dalam. Kulihat Gadis menggelepar-gelepar. Dadanya terangkat dan
kepalanya mendongak ke belakang. Aku lupa segala-galanya.<br />
<br />
<br />
Untuk
beberapa saat kami merasakan kenikmatan itu. Beberapa sodokan tadi
memang membuat kami sampai ke puncak bersama- sama. Memang hebat.
Sungguh puas. Memang inilah pertama kalinya aku melakukan senggama
dengan orang lain selain istriku. Walaupun dia seorang janda yang sudah
berumur, bagiku dia adalah wanita yang sangat cantik. Waktu kami
melakukan senggama tadi, kami berkhayal entah kemana. Gadis memang hebat
dalam permainannya. Sebagai seorang yang tidak pernah merasakan
kenikmatan persetubuhan dengan orang lain selain istriku, bagiku Gadis
betul-betul memberiku surga dunia. Aku terbaring lemas di sisi Gadis.
Mataku terpejam rapat seolah tidak ada tenaga untuk membukanya. Dalam
hati aku puas karena dapat mengimbangi permainan ranjang Gadis. Kulihat
Gadis tertidur di sebelahku. Dia mengaku puas sekali.<br />
<br />
<br />
“Kamu memang hebat, penismu luar biasa..!”, katanya dengan nada meronta.<br />
Anehnya, ketika aku merasa capek, Gadis malah mengocokkan batang penisku. Suaranya mengiba-iba membangkitkan gairahku.<br />
“Kau suka?”, tanyaku.<br />
<br />
<br />
Dia
tersenyum. Dia mengangguk tanda suka. Saat itu juga tanganku memegang
buah dadanya. Tangannya mengocok terus penisku. Penisku tegang lagi.
Kami jadi terangsang lagi.<br />
“Kau mau lagi?”, tanyaku dengan suara manja.<br />
<br />
<br />
Dia
tersenyum manis. Apa yang kuimpikan kini benar-benar menjadi kenyataan.
Perlahan-lahan kubuka selimutnya. Kulihat kaki Gadis sudah mengejang.
Sedikit demi sedikit terus kutarik selimutnya ke bawah. Segunduk daging
mulai terlihat. Uff.., detak jantungku kembali berdegup kencang.
Kunikmati kembali tubuh Gadis tanpa perlawanan. Gundukan bukit kecil
yang bersih, dengan bulu-bulu tipis yang mulai tumbuh di sekelilingnya,
tampak berkilat di depanku. Kurentangkan kedua kakinya hingga terlihat
sebuah celah kecil di balik gundukan bukit Gadis.<br />
<br />
<br />
Kedua
belahan bibir mungil kemaluannya kubuka. Melalui celah itu kulihat semua
rahasia di dalamnya. Aku menelan air liurku sendiri sambil melihat
kenikmatan yang telah menanti. Kudekatkan kepalaku untuk meneliti
pemandangan yang lebih jelas. Memang indah membangkitkan birahi. Tak
mampu aku menahan ledakan birahi yang menghambat nafasku. Segera
kudekatkan mulutku sambil mengecup bibir kemaluan Gadis dengan bibir dan
lidahku. Rakus sekali lidahku menjilati setiap bagian kemaluan Gadis.
Terasa seperti tak ingin aku menyia-nyiakan kesempatan yang
dihidangkannya. Setiap kali lidahku menekan keras ke bagian daging kecil
yang menonjol di mulut vaginanya, Gadis mendesis dan mendesah keenakan.
Lidah dan bibirku menjilat dan mengecup perlahan. Beberapa kali kulihat
dia mengejangkan kakinya. Aku tak peduli bau khas dari liang kemaluan
Gadis memenuhi relung hidungku. Malah membuat lidahku bergerak semakin
menggila. Kutekan lidahku ke lubang kemaluan Gadis yang kini sedikit
terbuka. Rasanya ingin kumasukkan lebih dalam lagi, tapi tidak bisa.<br />
<br />
<br />
Mungkin
karena lidahku kurang keras. Tetapi, kelunakkan lidahku itu membuat
Gadis beberapa kali mengerang karena nikmat. Dalam keadaan sudah
terangsang, kutarik tubuh Gadis ke posisi menungging. Ia menuruti
permintaanku dan bertanya dengan nada manja.<br />
“Aku kau apakan, sayang?”, bisiknya.<br />
<br />
<br />
Aku
diam saja. Kuatur posisinya. Tangannya meremas sprei hingga kusut. Air
mani Gadis sudah membasahi kemaluannya. Kubuka pintu kemaluannya.
Kulihat dan perhatikan dengan seksama. Memang aku tidak pernah melihat
kemaluan wanita serapat itu.<br />
<br />
Bau anyir dan bau air maniku
bercampur dengan bau asli vagina Gadis yang merangsang. Bau vagina
seorang wanita! Jelas semua! Bulu kemaluan Gadis yang lembab dan melekat
berserakan di sekitar vaginanya. Kusibakkan sedikit untuk memberi
ruang.<br />
<br />
<br />
Kumasukkan jari telunjukku ke dalam lubang vaginanya.
Kumain-mainkan di dalamnya. Kulihat Gadis menggoyang punggungnya. Kucium
dan kugigit daging kenyal punggungnya yang putih bersih itu. Kemudan
kurangkul pinggangnya. Kumasukkan penisku ke liang vaginanya. Pinggang
Gadis seperti terhentak. Perlahan-lahan kutusukkan penisku yang besar
panjang ke lubang vaginanya dengan posisi “doggy-style”. Tusukanku
semakin kencang. Nafsu syahwatku kembali sangat terangsang. Kali ini
berkali-kali aku mendorong dan menarik penisku. Hentakanku memang kasar
dan ganas. Kuraih pinggang Gadis. Kemudian beralih ke buah dadanya.
Kuremas-remas semauku, bebas. Rambutnya acak-acakan. Lama juga Gadis
menahan lampiasan nafsuku kali ini. Hampir setengah jam.<br />
<br />
<br />
Tusukanku
memang hebat. Kadang cepat, kadang pelan. Kudorong-dorong tubuh Gadis.
Dia melenguh. Dengusan dari hidungnya memanjang. Berkali-kali. Seperti
orang terengah-engah kecapaian.<br />
“Ehh.. ek, Ekh, Ekh.”<br />
<br />
<br />
Akirnya
aku merasakan air maniku hampir muntah lagi. Waktu itu kurangkul kedua
bahu Gadis sambil menusukkan penisku ke dalam. Tenggelam semuanya hingga
ke pangkalnya. Waktu itulah kumuntahkan spermaku. Kutarik lagi, dan
kuhunjamkan lagi ke dalam. Tiga empat kali kugoyang seperti itu. Gadis
terlihat pasrah mengikuti hentakanku. Kemudian kupeluk tubuhnya walaupun
penisku masih tertancap di dalam kemaluannya. Kuelus-elus buah dadanya.
Kudekati mukanya. Kami berciuman. Begitu lama hingga terasa penisku
kembali normal. Gadis sepertinya kelelahan. Keringat bercucuran di dahi
kami. Kami telentang miring sambil berpelukan. Gadis terlihat lemas lalu
tertidur. Melihat Gadis begitu, dan hujan masih belum reda, birahiku
bangkit kembali. Kurangkul tubuh Gadis dan aku bermain sekali lagi. Tak
terasa, kami berdua seperti bermandikan air mani. Setelah itu, kami
terkapar berdua.<br />
<br />
<br />
Ketika aku bangun hari sudah siang. Sekitar
jam 12.00 aku buru-buru chek-out dan pulang ke KotaX. Ternyata Gadis
masih mau kencan lagi denganku. Tapi entah kapan waktunya, dia belum
memastikan dan akupun belum memikirkannya.<br />
<br />
<br />
“Kau memang lelaki
KotaX tulen. Tenang-tenang menghanyutkan. Lemah lembut, tapi luar biasa
dahsyat,” bisik Gadis ketika mengantarku ke Stasiun Gambir.
riskaisabellahttp://www.blogger.com/profile/10966692292234891163noreply@blogger.com0